Desa Wolotopo, Situs Warisan Megalitikum yang Masih Terjaga

0

Desa Wolotopo

Desa Wolotopo adalah salah satu desa adat yang paling banyak dikunjungi wisatawan selain Desa Moni. Wolotopo berjarak sekira 12 kilometer ke arah timur atau sekira 30 menit berkendara dari Kota Ende, tepatnya berada di Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Desa ini biasanya menjadi tujuan wisata penunjang saat menyambangi Danau Kelimutu. Desa Wolotopo menarik untuk disambangi sebab inilah desa tua yang masih mempertahankan dan melestraikan tradisi megalitik. DI sini Anda dapat melihat bangunan dan rumah adat serta pemukiman khas Flores. Bangunan rumah adat dan pemukimannya dibangun di atas susunan batu yang tinggi dan kokoh pada lanskap tanah dengan konturnya berundak-undak. Kemungkinan untuk menyiasati lahan berundak itulah, batu-batu yang diperoleh dari laut atau gunung ditumpuk-tumpuk sedemikian rupa sehingga dapat dibangun rumah di atasnya.

Di sini beberapa rumah serupa rumah panggung rendah yang ditopang dengan batu berbentuk lonjong atau kayu-kayu. Rumah-rumah tersebut beratapkan rumbia, sedang yang lainnya sudah pula menggunakan seng. Pada halaman rumah-rumah yang seolah melingkari halaman tersebut, nampak tumpukan batu yang lebih tepat disebut sebagai menhir. Hal menarik dari desa ini adalah adanya rumah adat yang sudah bertahan selama lebih dari 7 generasi. Lokasinya tepatnya berada di bukit tak jauh dari kompleks pemukiman penduduk. Dikatakan bahwa rumah adat dari kayu ini memiliki keunggulan dari arsitektur dan teknologi kuno yang terbukti kuat serta telah teruji zaman.

Sebagaimana kebanyakan rumah adat zaman dahulu, rumah adat di Wolotopo juga dibangun tanpa menggunakan paku, beberapa bagian memakai pasak kayu. Usaha pemugaran yang membuat beberapa bagiannya harus menggunakan paku. Rumah adat ini konon dirancang dengan struktur bangunan yang luwes menghadapi guncangan gempa. Dengan panjang 12 meter dan lebar 10 meter, rumah adat antik ini serupa rumah panggung yang ditopang dengan batu lonjong dan kayu kelapa yang jumlahnya 30 buah. Lantai dan dindingnya juga terbuat dari kayu. Bagian atapnya terbuat dari rumbia. Dulunya, di Desa Wolotopo terdapat 4 rumah adat besar atau sao ria, yaitu sa’o tarobo, sa’o ata laki, sa’o sue, sa’o taringi. Akan tetapi, kini rumah adat besar yang tersisa hanya dua saja: sa’o ata laki dan sa’o sue.

Tidak hanya rumah adat, di atas bukit dengan pemandangan yang indah ini dapat Anda temukan pula bangunan kayu yang berukuran kecil disebut kedha kanga, berfungsi seperti kuburan, sebab di sinilah disimpan tulang para leluhur dan bahkan mumi. Terdapat pula batu-batu menhir dan batu sesaji yang digunakan untuk kepentingan upacara adat. Upacara adat memang kerap dilaksanakan di atas bukit ini. Pemandangan di atas bukit yang langsung menghadap ke lepas pantai selatan menambah pesona keindahan tempat yang sakral ini. Gunung Iya yang berwarna biru keabu-abuan tampak anggun berdiri di tengah laut Flores.

Begitu mendekati Desa Wolotopo, dari kejauhan nampak perkampungan Wolotopo yang antik di atas lereng bukit lengkap dengan tumpukan batu yang disusun tinggi sebagai penyokong bangunan. Setibanya di desa ini, tentu saja suguhan wisata desa adat dan sejarah akan menjadi suatu pengalaman yang penuh kesan. Budaya dan adat masih begitu kental terasa di kawasan perkampungan tradisional ini. Belum lagi pemandangan dan keunikan arsitektur bangunan tua yang masih terjaga dan lestari hingga hari ini. Anak-anak tampak bermain di halaman bersama yang berada ditengah-tengah sejumlah rumah. Tampak batu-batu menhir di halaman yang tidak terlalu luas tersebut. Ibu-ibu rumah tangga menyibukkan diri dengan menenun kain ikan khas Flores yang indah dengan beragam motif dan warna. Anda dapat menyaksikan kegiatan mereka menenun dengan cara dan alat yang tradisional. (arf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *