Industri TPT Nasional Perlu Diversifikasi Produk Nonsandang

A worker holds part of a pair of trousers at PT Trisula Garmindo Manufacturing in Bandung, West Java province September 17, 2013. In PT Trisula International's hangar-sized factory outside the western Indonesian city of Bandung, hundreds of workers stitch together clothes for some of the world's top brands. Amid the clatter and hum of their machines are hopes for a renaissance that can restore Indonesia's place among Asia's big manufacturing economies, a status it lost in the mid-1990s. Picture taken September 17, 2013. REUTERS/Beawiharta (INDONESIA - Tags: BUSINESS SOCIETY EMPLOYMENT TEXTILE)
ndustri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional perlu melakukan inovasi dalam pengembangan produknya sehingga dapat menangkap peluang dari tren pasar global saat ini. Pasalnya, sektor ini tidak hanya menghasilkan produk untuk kebutuhan sandang atau pakaian, tetapi telah berkembang menjadi industri tekstil non-sandang.
“Jadi sekarang produk tekstilnya dimanfaatkan untuk material pembangunan infrastruktur jalan tol, agro-textiles, medis hinggaindustri makanan dan minuman, otomotif, serta manufaktur konsumsi lainnya,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual, Sony Sulaksono pada acara Diseminasi Hasil Litbang Tekstil dan Business Gathering 2017 di Bandung, Selasa, 24 Oktober 2017, yang dimuat ke dalam siaran pers.
Kemenperin memproyeksikan, komoditas industri tekstil non-sandang ini pasarnya masih cukup luas dan permintaannya besar.Rata-rata meningkat dalam periode lima tahun terakhir sebesar 9,9 persen per tahun, dengan kontribusi Indonesiamencapai 0,47 persen dari kebutuhan dunia.
Untuk menghasilkan produk-produk tekstil fungsional (functional textile) yang berkualitas, menurut Sony, perlu didukung dengan hasil-hasil penelitian dan pengembangan (litbang) seperti yang dilakukan oleh Kemenperin melalui Balai Besar Tekstil(BBT) Bandung.
“Kami ingin menjawab ekspektasi konsumen yang lebih dari sekedar sandang konvensional, namun sudah masuk kedalam ranah tekstil fungsional yang memiliki karakter dan sifat spesifik sesuai dengan fungsinya,” tuturnya.
BBT Bandung merupakan salah satu unit kerja Kemenperin di bawah binaan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri(BPPI). Balai tersebut memiliki dua tugas pokok, yaitu pelaksanaan kegiatan litbang di bidang tekstil serta memberikan layanan jasa teknis kepada industri TPT.
Sony menyebutkan, beberapa hasil litbang tekstil tahun 2017 dari BBT Bandung yang diseminasikan, antara lain tekstil anti nyamuk berbahan aktif mikrokapsul minyak kulit jeruk nipis, pembuatan tekstil anti bakteri dengan zat aktif alami dari kitosan, dan tekstil fungsional untuk atap yang bersifat anti ultraviolet.
Selanjutnya, panel pengendali kebisingan suara dari bahan serat alam dan limbah tekstil, tekstil teknik dari limbah kain denim untuk penutup hasil pengecoran jalan, serta produksi gum xanthan dari limbah padat tahu dan bakteri xanthomonas untuk mensubstitusi gum xanthan impor.
“Kami berharap, sejumlah hasil litbang tersebut dapat diimplementasikan oleh industri TPT nasional sehingga akan memacu daya saing dan produktivitasnnya serta memperluas pasar ekspor,” ungkapnya. Selain itu, kegiatan litbang diharapkan dapat membantu mengatasi dalam hal diversifikasi produk sertaperbaikan proses produksi dan mutu produk.
Kepala BPPI Ngakan Timur Antara mengingatkan bahwa dalam pengembangan produk-produk tersebut tetap harus mengakomodir ketentuan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2015 tentang Perindustrian, salah satunya adalah harus menganut prinsip-prinsip industri hijau.
“Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan,” jelasnya.