Kepala BGN Tinjau Langsung Posko MBG Cipongkor, Perintahkan Evaluasi Total Sistem Distribusi

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, melakukan kunjungan mendadak ke Posko Penanganan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, menyusul laporan dugaan keracunan makanan yang dialami sejumlah siswa pada Selasa (23/9/2025). Kunjungan tersebut menjadi momentum penting untuk menekankan pentingnya standar ketat dalam pengolahan dan distribusi makanan bagi anak-anak sekolah.
Dalam pernyataannya, Dadan menyoroti adanya kesalahan prosedur dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menangani wilayah tersebut. Berdasarkan temuan awal, makanan dimasak terlalu dini dan disimpan terlalu lama sebelum akhirnya didistribusikan ke sekolah-sekolah.
“Dari informasi awal yang kami terima, diketahui bahwa SPPG di Cipongkor memasak sejak terlalu pagi. Akibatnya, makanan sudah terlalu lama disimpan sebelum akhirnya dikonsumsi anak-anak. Ini sangat berisiko,” ujar Dadan.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Dadan langsung memberikan arahan agar seluruh SPPG yang baru mulai beroperasi dalam sebulan terakhir untuk menyesuaikan waktu produksi, guna memastikan kualitas makanan tetap terjaga.
“Kami sudah berkoordinasi dengan semua SPPG baru. Instruksi saya jelas: mulai memasak di atas jam 01.30 dini hari. Jarak antara selesai memasak hingga distribusi tidak boleh lebih dari 4 jam,” tegasnya.
Dadan juga menekankan bahwa SPPG yang baru tidak boleh langsung menangani skala besar. Mereka harus bertahap dalam melayani jumlah sekolah dan penerima manfaat, guna memastikan stabilitas layanan dan kesiapan operasional.
“Kalau daftar penerima manfaat ada 3.500 anak di 20 sekolah, ya jangan langsung semua. Mulailah dari 2 sekolah, lalu bertahap ke 4, 10, dan seterusnya. Itu cara agar mereka terbiasa dengan ritme kerja dan proses distribusi,” katanya.
Evaluasi Menyeluruh Juga Diterapkan di Daerah Lain
Kasus Cipongkor bukan satu-satunya yang menjadi perhatian BGN. Sebelumnya, insiden serupa terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah, yang melibatkan perubahan mendadak pemasok bahan makanan. Pergantian supplier tanpa transisi yang jelas disebut menjadi penyebab turunnya kualitas bahan pangan.
“Di Banggai, SPPG mengganti supplier secara tiba-tiba. Ini tidak bisa dibiarkan. Kami tegaskan: perubahan harus bertahap, tidak boleh mendadak,” ujar Dadan.
Ia menyebut bahwa seluruh SPPG yang menunjukkan gejala ketidaksiapan akan dihentikan sementara operasionalnya, sampai dilakukan analisis menyeluruh terhadap rantai pelayanan mereka — mulai dari pengadaan bahan baku, proses memasak, hingga distribusi ke sekolah.
“Tidak hanya Cipongkor, semua SPPG baru akan dievaluasi. Kita tidak mau ada kejadian serupa lagi. Pelayanan ini menyangkut anak-anak, jadi tidak boleh main-main,” katanya.
Penanganan Psikologis Anak Jadi Fokus Tambahan
Tak hanya soal makanan, Dadan juga menggarisbawahi dampak psikologis yang mungkin dialami oleh para siswa yang terdampak. Ia menyebut bahwa trauma pada anak-anak perlu ditangani serius agar kepercayaan terhadap program MBG dapat dipulihkan.
“Anak-anak yang pernah mengalami gangguan pencernaan akibat konsumsi makanan bisa mengalami trauma. Jangan sampai mereka takut makan. Ini juga bagian dari evaluasi kita, bagaimana mengembalikan rasa aman mereka,” pungkasnya.
Melalui program MBG, pemerintah Indonesia berupaya memenuhi kebutuhan gizi anak-anak sekolah, terutama dari kalangan prasejahtera. Namun, Dadan menegaskan bahwa program mulia ini hanya akan efektif jika dijalankan dengan standar tinggi dan ketelitian operasional.
BGN pun menyatakan komitmennya untuk terus memantau, mengevaluasi, dan membina seluruh SPPG di tanah air agar mampu menjalankan tugasnya dengan profesional dan bertanggung jawab.