KLHK Bersama Rejo Semut Ireng Siap Buat Terobosan Pengelolaan Hutan Seperti Yang Diamanatkan Jokowi

0
IMG-20170805-WA0017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama relawan Jokowi siap membuat terbosan baru seperti yang diamanatkan Presiden Jokowi di Hari Lingkungan Hidup di Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu. Kesiapan ini tertuang dalam acara bertajuk Sosialisasi Kemitraan Kehutanan di Areal Perum Perhutani Jawa Timur, yang diselenggarakan di Madiun, tanggal 31 Juli – 1 Agustus 2017 lalu.

Dalam siaran persnya yang diterima Redaksi EL JOH News disebutkan sosialisasi dilakukan kepada ratusan petani  dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Ratusan petani yang hadir merupakan bagian dari jaringan relawan Jokowi yang tergabung dalam komunitas Rejo Semut Ireng. “Rejo Semut Ireng adalah simpul gerakan dari berbagai komunitas pendukung perhutanan sosial dan reforma agraria di seluruh Indonesia.

Lembaga, komunitas dan serikat petani yang tergabung dalam jaringan Rejo Semut Ireng di antaranya  adalah  Yayasan  Kehutanan  Indonesia, Mitra  Desaku  Mandiri Pemalang, Komunitas Baday  Garut, Perkumpulan Pemuda  Tani  (PETA), Barisan Tani Jepara  (BATARA), Front  Perjuangan  Petani  Mataraman (FPPM), Serikat  Tani  Mandiri  Cilacap (STAM), Institut pemberdayaan  Rakyat (INSPERA), Indonesia  Acceleration  Institute, Masyarakat  Peduli  Pangan (MAPAN), Tutur  Nalar  Indonesia,  Yayasan Kolaborasi Indonesia, serta seluruh jaringan petani  Rejo Semut Ireng  di Garut, Tasikmalaya, Bandung,  Indramayu,  Subang, Sukabumi,  Cianjur,  Pandeglang, wilayah Pantura,  Pemalang,  Pekalongan,  Tegal,  Brebes, Cilacap,  Banjarnegara,  Solo  Raya,  Boyolali,  Sragen,  Klaten,  Wonogiri,  Blora,  Pati, Kudus,  Jepara,  Temanggung,  Wonosobo,  Grobogan,  Gunung  Kidul,  Kediri,  Nganjuk, Malang,  Jombang,  Tulungagung,  Trenggalek,    Blitar, dan Banyuwangi.

Dalam sosialisasi ini, Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, serta Profesor San Afri Awang selaku penasehat senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan pentingnya pendekatan baru pengelolaan perhutanan sosial di Jawa. Hadi Daryanto menyebutkan bahwa terdapat 1,1 juta Hektar alokasi perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani, yang selanjutnya akan dimanfaatkan oleh rakyat melalui dua skema utama. Yang pertama adalah skema hutan kemitraan, khususnya pada hutan-hutan yang relatif masih baik. Skema pertama ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 83 Tahun 2017. Skema kedua adalah melalui perhutanan sosial untuk pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi yang gundul dengan tutupan lahan 10 persen selama lima tahun atau lebih. Skema kedua ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 39 Tahun 2017.

Pada kesempatan yang sama, San Afri Awang, penasehat senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan menegaskan bahwa hutan Jawa adalah hutan negara di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perhutanan sosial merupakan refleksi dari proses pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) yang selama ini belum sepenuhnya memakmurkan petani sekitar hutan dan memulihkan kawasan hutan.

Pernyataan San Afri Awang disambut hangat oleh anggota Rejo Semut Ireng. Ketua Rejo Semut Ireng Paulus Ekanto mengatakan Rejo Semut Ireng mendukung apa yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan.“Kami membangun jaringan melalui komunitas-komunitas petani, yang mendukung sepenuhnya kebijakan Presiden Joko Widodo untuk percepatan penyerahan ijin pengelolaan hutan sosial di seluruh Indonesia,” tegas Paulus.

Selanjutnya Paulus juga menyebutkan bahwa inisiatif dari pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengembangkan suite  pendekatan  baru  untuk  mengatasi beberapa  problem  utama  kemiskinan  petani harus didukung. Masalah  utama petani  adalah  aset  dan  akses. Masalah aset petani adalah menyangkut  ketiadaan  lahan  dan  keterbatasan  lahan,  sehingga tercipta  lapisan  petani  lapar  lahan,  petani  dengan  lahan  di  bawah  0,5  hektar.  Kondisi  ini menyebabkan  petani  tidak  memiliki  alat  produksi  yang  cukup  untuk  berproduksi  dalam  skala ekonomi,  melainkan  hanya  sekedar  subsistensi.  Problem  akses  petani  menyangkut  kemampuan petani untuk  mengakses  modal produksi,termasuk  di  dalamnya  benih,  pupuk,  pestisida  dan saprodi  lain,  teknologi  produksi  maupun  paska  produksi  berupa  pasar.  Golongan  petani  miskin ini ada  di sebagian  besar  kawasan hutan.

Sementara itu,Siti Fikriyah Khuriyati, Direktur Yayasan Kehutanan Indonesia, menambahkan, Nawacita  Presiden, yang tertuang  dalam  RPJMN  2015-2019  secara  eksplisit menyebutkan  program  untuk  mengatasi  kemiskinan  petani  melalui  program  perhutanan  sosial 12,7  juta  hektar,  di  mana  di  dalamnya  terdapat  skema  perhutanan  sosial  di  Jawa.  Perhutanan sosial  ini  dimaksudkan  untuk  mengatasi  persoalan  aset  dengan  menyediakan  lahan  untuk produksi  dari  kawasan hutan yang  telah  tak  bertutup  lebih  dari  5  tahun,  dengan  luasan  rata-rata petani  berskala  ekonomi  produksi, sekitar satu sampai dengan dua hektar,  bukan  lagi  subsitensi.  Aset  ini  diberikan  dalam  jangka  waktu yang  cukup  untuk  memberikan  garansi/jaminan  yaitu  35  tahun.  Pemberian  ini  bersifat bersyarat, dalam bentuk  ijin  pemanfataan  hutan  perhutanan  sosial  (IPHPS), yaitu  adanya  monitoring, evaluasi,  serta  larangan  tidak  diperjualbelikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *