Perkumpulan Marga Xiao Indonesia Gelar Sembahyang Leluhur, Teguhkan Komitmen Lestarikan Tradisi

Dalam semangat menjaga warisan leluhur dan mempererat hubungan antar anggota, Perkumpulan Marga Xiao Indonesia menyelenggarakan ritual sembahyang leluhur bersama pada Minggu pagi (13/4/2025), di kantor sekretariat Perkumpulan Marga Xiao Indonesia, yang berlokasi di Jalan Mangga Besar Raya Blok 38 BY, Jakarta Barat.
Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran pengurus organisasi, termasuk Ketua Umum Joko Saputra, Sekretaris Jenderal Tjia Apeng, Wakil Ketua Umum Ismanto Siaw, dan Ketua Dewan Pembina Lukman Samsudin.
Kehadiran para tokoh penting ini menambah kekhusyukan suasana dan memperkuat tekad bersama untuk terus merawat nilai-nilai budaya Tionghoa yang diwariskan turun-temurun.
Sembahyang leluhur yang dilaksanakan ini bertepatan dengan datangnya musim semi, periode yang dalam kepercayaan Tionghoa dikenal sebagai waktu terbaik untuk menjalin kembali hubungan spiritual dengan para leluhur.
Ritual ini diyakini mampu membawa keberkahan dan perlindungan bagi keturunan serta menguatkan hubungan antara generasi masa kini dengan sejarah keluarganya.


Selain sebagai upacara spiritual, sembahyang leluhur juga menjadi momen kebersamaan bagi keluarga besar Marga Xiao. Para peserta yang hadir memanfaatkan kesempatan ini untuk bersilaturahmi, saling bertukar cerita, dan menyatukan pandangan demi menjaga kekompakan serta kelangsungan organisasi.
Bagi Marga Xiao, menjaga tradisi bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan juga membangun fondasi sosial yang kuat di masa kini.
Dalam suasana yang lebih santai dan hangat, para pengurus serta anggota Marga Xiao menikmati hidangan khas Tionghoa yang disajikan sebagai bentuk syukur atas kelancaran acara sembahyang leluhur yang baru saja berlangsung.
Ketua Umum Perkumpulan Marga Xiao Indonesia, Joko Saputra, menegaskan bahwa sembahyang leluhur bukan hanya ritual tahunan semata, melainkan bagian penting dari budaya dan identitas keluarga besar Marga Xiao.


Dalam pernyataannya, Joko Saputra menekankan bahwa sembahyang menjadi awal dari rangkaian kegiatan yang bersifat spiritual sekaligus sosial.
“Sembahyang dulu pasti, habis sembahyang kita baru makan-makan. Ini sudah menjadii tradisi kami,” ungkapnya.
Menurut Joko, nilai utama dari kegiatan sembahyang bersama ini adalah memperkuat rasa kekeluargaan antar anggota marga. Ia menyebutkan bahwa melalui kegiatan seperti ini, para anggota yang mungkin jarang bertemu bisa saling menyapa, memperkenalkan diri, dan mempererat tali persaudaraan.
“Maknanya kita setahun bisa dua kali kumpul-kumpul, mengenal kita saling saudara. Gitu aja Pak, bersaudara gitu,” ujarnya.


Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Marga Xiao Indonesia, Lukman Samsudin. Menurutnya, ritual sembahyang ini memiliki makna yang dalam, terutama sebagai pengingat akan asal-usul dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur. “Ini kan adalah tradisi, ya. Jadi tiap-tiap tahun kita adakan untuk mengingatkan leluhur kita. Supaya anak cucu juga tahu dari mana mereka berasal,” ujarnya.
Lukman melihat bahwa pelestarian budaya dan tradisi, seperti sembahyang leluhur, memiliki peran penting dalam membangun kesadaran identitas kolektif, terutama di tengah masyarakat multikultural seperti Indonesia. Ia menyebut bahwa momen seperti ini dapat menyatukan seluruh anggota marga dan masyarakat sekitar yang hidup berdampingan.
“Bagaimana kita menyatukan antara marga dengan lingkungan yang sama-sama hidup di sini. Itu penting untuk keharmonisan dan kebersamaan,” katanya.


Tak hanya soal spiritualitas, Lukman juga menekankan pentingnya mendorong peningkatan kualitas hidup generasi muda marga melalui pendidikan. Ia menyebutkan bahwa pendidikan adalah fondasi utama untuk menciptakan masa depan yang lebih sejahtera.
“Yang pertama itu education, pendidikan. Kita dorong supaya anak-anak bisa hidup lebih baik ke depannya. Pendidikan harus sesuai zaman. Ini skala kecil, tapi sangat penting,” tegasnya.
Terkait generasi muda, Sekjen Perkumpulan Marga Xiao Indonesia Tjia Apeng mengungkapkan bahwa meskipun prosesi sembahyang biasanya didominasi oleh generasi yang lebih tua, harapannya adalah agar anak-anak muda juga terlibat aktif, khususnya dalam momen-momen budaya seperti sembahyang bersama ini.


“Kita akan usahakan terus ke depannya supaya anak muda bisa mewariskan budaya atau tradisi kita. Hari ini, karena hari Minggu, banyak anak muda mungkin ke gereja dulu. Jadi mereka biasanya datang siang, terutama untuk acara makan bersama,” jelasnya.
Tjia Apeng juga menyoroti pentingnya peran orang tua dalam menumbuhkan kesadaran budaya pada anak-anak mereka. Menurutnya, para orang tua harus aktif mengajak anak-anak mereka datang dan berpartisipasi dalam kegiatan adat seperti sembahyang leluhur.
“Itu diharuskan. Orang tua harus berperan penting, menggerakkan dan membawa anak cucunya ke mari untuk sembahyang,” ujarnya.


Ia menekankan bahwa pengurus organisasi hanya bisa mendorong dan memberi arahan, tetapi perubahan nyata terjadi di rumah-rumah, melalui inisiatif keluarga sendiri.
“Kita dari pengurus cuma bisa menganjurkan ke orang tua. Yang muda kan biasanya di rumah semua. Kalau orang tua yang bawa, mereka bisa belajar langsung, melihat dan merasakan sendiri maknanya,” tambahnya.
Setelah menggelar ritual sembahyang leluhur, Perkumpulan Marga Xiao Indonesia melanjutkan kegiatan berikutnya yakni makan siang bersama di Fortune Star Restaurant, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat. Kegiatan ini menjadi lanjutan yang penuh makna, memperkuat ikatan sosial dan kekeluargaan antaranggota.


Acara ini dihadiri oleh berbagai komunitas, termasuk Komunitas Perantau Kundur (KPK), Jambi Hopeng Club-Perkumpulan Jambi Banten (JHC-PJB), Yayasan Hainan Jakarta, dan Himpunan Keluarga Tungkal (HKT).
Wakil Ketua Umum Perkumpulan Marga Xiao Indonesia Ismanto Siaw menyampaikan rasa terima kasih kepada komunitas Tionghoa yang hadir dan mendukung acara ini. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar tradisi, tetapi bagian dari upaya membangun kekuatan sosial dan solidaritas antaranggota komunitas Tionghoa di Indonesia.
“Harapan kita adalah membangun komunitas orang Tionghoa yang punya kebersamaan, saling menghormati, dan bisa bersatu dalam misi yang lebih besar—yakni ikut berkontribusi membangun bangsa,” ujar Ismanto.
Ismanto menegaskan pentingnya kolaborasi antar perkumpulan Tionghoa yang ada di Indonesia. Ia mengajak seluruh organisasi marga maupun komunitas Tionghoa untuk memperkuat sinergi, baik dalam menjaga warisan budaya maupun dalam mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan.


“Kita masing-masing perkumpulan sering adakan kegiatan bakti sosial. Saya pribadi sering ikut serta, mendukung dengan memberikan bantuan sembako, baik di Jakarta maupun di kampung halaman kami seperti Jambi dan tempat lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, aksi-aksi konkret seperti ini bukan hanya sekadar amal, tetapi juga wujud nyata kontribusi komunitas Tionghoa dalam mendukung kesejahteraan masyarakat dan mempererat hubungan lintas etnis serta agama di Indonesia.
“Kita bersyukur bahwa keturunan Tionghoa saat ini sudah diakui sebagai salah satu suku di negara kita. Ini pencapaian besar, dan tugas kita ke depan adalah menjaga kerukunan serta saling mendukung satu sama lain,” jelasnya.


Pada acara ini, digelar pemilihan Ketua Umum Perkumpulan Marga Xiao untuk periode tiga tahun mendatang. Secara aklamasi, akhirnya kembali terpilih Joko Saputra sebagai Ketua Umum Marga Xia masa bakti 2025-2028.
Makan siang bersama ini diselingi oleh nyanyian lagu mandarin yang dibawakan sejumlah tamu undangan dan juga doorprize, dengan puluhan hadiah menarik, termasuk sepeda listrik. Selama acara makan siang berlangsung, anggota Perkumpulan Marga Xiao Indonesia berkesempatan untuk memeriksa kesehatan secara gratis yang meliputi tensi darah dan gula darah. Pemeriksaan gratis ini dipersembahkan oleh Mandaya Royal Hospital Puri.