Tari Angguk, Tari Tradisional Khas Yogyakarta

0

Angguk

Tari Angguk adalah tarian tradisional yang berasal dari Yogyakarta dan menceritakan kisah tentang Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono dalam Serat Ambiyo. Tarian ini dimainkan secara berkelompok oleh 15 penari wanita yang berkostum menyerupai serdadu Belanda dan dihiasi gombyok barang emas, sampang, sampur, topi pet warna hitam, dan kaos kaki warna merah atau kuning dan mengenakan kacamata hitam. Tarian ini biasanya dimainkan selama durasi 3 hingga 7 jam.

Pada mulanya Tari Angguk adalah tari permainan atau hiburan yang biasa dimainkan oleh muda- mudi. Namun dalam perkembangannya Tari Angguk mulai disisipin hal-hal mistis. Konon, Tari Angguk juga dianggap bisa mengundang roh halus untuk ikut bermain dengan menggunakan media tubuh sang penari. Tari yang berasal dari Kulon Progo ini adalah pengembangan dari Tari Dolalak yang berasal dari Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Menurut cerita , istilah Dolalak diambil dari modus (tangga nada) diatonis Barat, Do Re Mi Fa Sol La Si. Melihat urutan tangga nada tersebut, maka nada Do dan La merupakan asal mula Tari Dolalak. Nggak jelas siapa pihak yang membawa, mengkreasikan, dan kemudian mempopulerkan Tari Dolalak hingga akhirnya bisa berbentuk Tari Angguk dan diakui sebagai salah satu kebudayaan Kabupaten Kulon Progo.

Kata anggguk ini diambil dari gerakan para penari yang mengangguk-anggukan kepalanya. Gerakan Tari Angguk pada awalnya terinspirasi dari gerakan baris-berbaris serdadu Belanda. Maka nggak mengherankan jika kostum yang dipakai oleh para penari ini juga mirip dengan seragam serdadu Belanda. Busana yang dipakai oleh Tarian Angguk ada dua macam, yaitu busana untuk pengiring musiknya dan penarinya. Penggiring musiknya memakai busana baju biasa, jas, sarung, dan kopiah. Alat musik yang digunakan berupa kendang, bedug, tambur, kencreng, rebana 2 buah, terbang besar dan jedor. Sedangkan penarinya memakai baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggungnya diberi hiasan-hiasan, celana sepanjang lutut atau atas lutut yang dihiasi dengan hiasan berwarna merah-putih di sisi bawahnya.

Topi berwarna dasar hitam dengan pinggir topi diberi kain/benang berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi terdapat bulu-bulu berwarna merah yang katanya terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu, selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana, dan kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning. Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring.

Tari ini bisa dilihat saat ada acara hajatan, festival kebudayaan salah satunya gelar tari yang dilaksanakan tiap 2 minggu sekali di Puro Pakualaman. Kesenian Angguk ini disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi nasehat yang dinyanyikan menggunakan cengkok tembang Jawa. Salah satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini yaitu adanya pemain atau penari yang “ndadi” atau mengalami kesurupan pada saat puncak pementasan. Tarian Angguk termasuk ke dalam jenis tarian kelompok berjumlah 15 orang. Dapat dipentaskan di dalam ruangan dan di luar ruangan selama kondisi permukaan tanahnya datar. Posisi kaki penari Angguk pada umumnya terbuka dan lengan pada posisi sedang. Berbeda dengan posisi kaki pada tari tradisional Jawa yang dipentaskan perempuan, kebanyakan pada posisi tertutup. Disamping itu ada gerakan tangan yang menyerupai uker dan ngruji dengan dua jari. Ada pula juga gerakan sabetan dan ombak banyu seperti pada wayang wong.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *