Tata Kelola Wisata Tradisi dan Seni Budaya Dibahas di Solo

0
tradisi

Totalitas Pengelolaan Wisata Budaya terus digelorakan Kementerian Pariwisata. Terutama untuk mendorong pemerintah daerah agar  secara serius memerhatikan  pengembangan destinasi wisata tradisi dan seni budaya dan mengajak para pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan totalitas pengelolaan ini.  Kemenpar pun menggelar seminar di Hotel Sala View, Jalan Adi Sucipto, Kota Surakarta, Jumat (28/7/2017).

“Kami ingin mencari solusi problem bottlenecking, baik berada di hulu maupun di hilir. Tahun 2017 ini harus clear semuanya,” kata Esthy Reko Astuti,  Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar yang didampingi Asisten Deputi Pengembangan Wisata Budaya Kemenpar, Lokot Ahmad Enda.

Urusan budaya memang menjadi perhatian serius dari Kemenpar.Maklum, terang Esthy, 60 persen wisman yang datang ke Indonesia karena budaya. Sebanyak 35 persen karena alam atau nature, dan 5 persen manmade, seperti MICE -lalu sport tourism, showbiz, dan buatan manusia yang lain

“Ragam budaya di Indonesia sangat kaya. Ada 1.340 suku bangsa yang bisa dieksplor di lebih dari 17.000 pulau di Indonesia, Ribuan suku tadi juga menyimpan 583 bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Ditambah lagi, 8 world heritage sites by UNESCO ada di sini. Kalau dari sisi atraksi, maka budaya kita sudah sangat kuat. Ini yang harus dikelola secar serius bersama,” tambah Esthy.

Semua yang disampaikan Esthy ini yang dibahas dalam seminar ini. Sejumlah persoalan yang muncul dan menghambat totalitas pengelolaan wisata budaya ini dikupas habis.

“Mulai dari kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan dalam merancang, mengelola dan memasarkan destinasi wisata tradisi dan seni budaya dan keterbatasan kemampuan kita dalam mengelola asset tangible dan intangible,” terang Lokot Ahmad Enda.

Persoalan lain,imbuh Lokot juga masalah belum adanya pengakuan dari masyarakat atau negara lain terhadap keunikan wisata tradisi dan seni budaya dan saat ini kurikulum pendidikan tidak banyak yang menyinggung soal pelestarian budaya.

“Untuk melestarikan tradisi dan seni budaya mestinya harus dilakukan sejak dini khususnya melalui pendidikan,” harapnya.

Lokot menambahkan saat ini wisata budaya di Indonesia  baru berkembang di sejumlah kota, di antaranya Solo, Yogyakarta, Jember dan Malang. Daerah di luar pulau Jawa hanya Bali yang paling gencar mengembangkan wisata budaya.

“Salah satu strategi untuk memaksimalkan pengelolaan Wisata tradisi dan seni budaya, tahun ini ditetapkan 5 destinasi wisata Tradisi, Seni dan  Budaya (TSB) yaitu Borobudur, Labuan Bajo, Toba, Toraja dan Mandalika (Lombok) dan focus pada pengembangan tim percepatan pada Mandalika, Toraja dan Toba. Tujuan jangka pendek yang adalah keberhasilan (quick win), berupa meningkatnya jumlah wisatawan (terutama wisatawan mancanegara)  dan keuntungan finansial masyarakat lokal. Ini yang akan kita maksimalkan,” urainya.

Pujjan datang dari Kepala Dinas Pariwisatas Kota Surakarta, Anggoro Hexa yang  meengapresiasi kegiatan seminar ini yang  sangat positif dalam rangka mempertahankan tradisi dan seni budaya.

“Kota Solo hampir tidak sepi terkait wisata budaya. Penampilannya tidak hanya budaya dari Solo namun seluruh daerah yang ada di Indonesia dikembangkan. Seminar ini sungguh bermanfaat” kata Anggoro.

Menurut dia, kemampuan mengembangkan aset warisan budaya sangat perlu ditingkatkan. Seminar ini dihadiri lebih dari 150 peserta yang berasal dari Dinas Pariwisata sejumlah daerah, mahasiswa pasca sarjana pariwisata UGM,  ISI Yogyakarta, komunitas seni Yogyakarta; ISI Surakarta; komunitas seni Surakarta; dan DMO Borobudur. Juga hadir penggiat desa wisata Agni Malagina (Lasem) dan Ida Wahyuni (Desa Setanggor, Lombok) sekaligus sebagai pembicara.

Menteri Pariwisata Arief Yahya memang terus mendorong agar pemerintah daerah (Pemda)  menggarap secara optimal wisata budaya di daerahnya.

“Wisata budaya masih menjadi andalan di komunitas ASEAN. Padahal 60 persen kunjungan wisatawan dari berbagai belahan negara ke Asia Tenggara karena daya tarik wisata budaya,” kata Menpar Arief Yahya.

Untuk itu, Menpar minta semua  stakeholder yang terkait budaya dan destinasi prioritas pun diajak berdiskusi. Sharing info, sharing knowledge. Semangatnya satu, Indonesia Incorporated: for better cultural.

“Kita nggak bisa bekerja sendirian, semua harus bersatu. Untuk benchmarking-nya bisa melihat Vietnam, Thailand dan Malaysia. Mereka sangat serius menggarap budaya. Hasilnya ternyata sangat dahsyat. No Culture No Tourism,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *