Tawuran yang mengenyangkan di Rembang
Kalau anda medendegar tawurang mungkin yang ada dipikiran anda penuh denga hal yang menyeramkan, tapi tidak untuk tawuran di Rembang ini. Tradisi Tawur Nasi ini diadakan setiap tahun di Desa Pelemsari, Rembang, Jawa Tengah sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah. Seusai berdoa, pemuda-pemuda desa saling lempar sambil tertawa gembira. Konon, pernah suatu kali desa ini gak mengadakan tradisi Tawur Nasi, dan hasilnya mereka gagal panen. Nantinya, nasi-nasi yang tercecer ini akan dikumpulkan warga untuk pakan ternak. Mereka percaya, hasil dari ternak yang diberi makan nasi hasil “tawuran” akan melimpah seperti panen mereka. Makanan ringan dikumpulkan, nantinya untuk konsumsi para pemain kethoprak yang hari itu menyemarakkan pentas sedekah bumi, sedangkan nasi putih ditumpuk menjadi satu di tengah tanah lapang.
Begitu doa rampung dibacakan modin setempat, mereka langsung berebut nasi yang menggunung di atas terpal dan saling melemparkan ke sesama peserta. Dengan penuh semangat, antar pemuda saling melempar nasi. Selama hampir 15 menit, suasana berlangsung seru. Tak jarang lemparan nasi meleset mengenai penonton. Meski terlihat saling beradu lemparan, tak ada rasa dendam di antara mereka. Penonton yang kena ”peluru nyasar” pun tak kalah senangnya. Gelak tawa warga semakin riuh melihat nasi putih menempel di rambut dan sekujur tubuh, serta berserakan di tanah lapang itu. Sebagian warga memunguti sisa nasi untuk dibawa pulang.
Ya siapa tahu masih degnan bungkusnya, tapai kalau sudha berceceran sih palingan di kasihkan ke hewan ternaknya. Tak ada rasa dendam, walau sebelumnya sempat terlibat kejar kejaran adu tenaga. Tawur nasi biasanya diadakan sehabis masa panen, mengambil hari penanggalan Rabu Pon atau Senin Pon. Mohnadi, modin desa pelemsari menjelaskan selain untuk memohon keselamatan masyarakat, warga juga berharap diberikan murah rezeki. Ia sendiri tak tahu persis arti tawur nasi, semata mata demi melestarikan warisan leluhur desa, turun temurun berjalan puluhan tahun.
Nasi yang tercecer bekas perang, kemudian oleh sebagian warga dikumpulkan lagi. Sampai rumah, nasi digunakan untuk pakan ayam dan bebek, karena muncul kepercayaan ternak akan cepat berkembang biak. Tradisi tawur nasi sudah mengakar kuat di kalangan warga Pelemsari. Setahun sekali pada saat Sedekah Bumi, tua dan muda berkumpul di sebuah tanah lapang tak jauh dari Sendang Nyah, pada hari yang telah ditentukan.
Warga berdatangan membawa uba rampe nasi putih, tape ketan, dumbeg serta penganan lainnya. Nasi putih digelar di atas terpal persis di bawah pohon jati besar yang diyakini sudah berusia ratusan tahun. Sementara penganan lainnya dikumpulkan untuk suguhan acara hiburan Sedekah Bumi. Tahun ini tradisi tawur nasi digelar maju empat bulan. Jika biasanya tradisi tahunan digelar pada September, warga memilih menggelar Sedekah Bumi lebih awal pada akhir Mei. Nah sudah lihat bukan kalau tidak selamanya, yang namanya tawuran tersebut tidak hanya adu fisik dan menjatuhkan banyak korban. Memnag sih tawuran inin jgua menghasilkan korban, tapi bukan korban yang berdarah malah korban yang kekenyangan karena banyak makan nasi. Bagaiman, anda ingin ikut juga dalam tawuran yang berbeda dari tawuran yang anda tahu, kalau mau silahkan langsung aja ya datang ke TKP.