Kapolri dan Menhut Sepakat Perkuat Sinergi Nasional Tangani Karhutla

Dalam upaya memperkuat koordinasi lintas sektor menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerima Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam audiensi di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).
Pertemuan ini menjadi forum penting untuk membangun sinergi antara Kepolisian dan Kementerian Kehutanan dalam penanggulangan karhutla yang kerap menimbulkan dampak lingkungan, sosial, hingga ekonomi yang luas.
Dalam keterangannya, Jenderal Sigit menjelaskan bahwa pertemuan tersebut difokuskan pada optimalisasi peran kepolisian dalam pencegahan, mitigasi, dan penegakan hukum terhadap kasus karhutla di berbagai wilayah Indonesia.
“Saya baru saja menerima audiensi dari Menteri Kehutanan untuk memperkuat koordinasi dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,” ujar Sigit.
Ia menegaskan, meski Indonesia mulai memasuki musim hujan sejak September hingga November 2025, ancaman karhutla masih perlu diwaspadai. Puncak musim hujan diprediksi berlangsung antara November 2025 hingga Februari 2026, yang dimulai dari wilayah Indonesia bagian barat dan kemudian bergeser ke timur.
Namun demikian, fenomena panas ekstrem masih terjadi di sejumlah daerah, seperti Majalengka, Surabaya, Gorontalo, Kupang, hingga Sentani, yang menandakan potensi titik api tetap ada.
Berdasarkan hasil monitoring titik panas (hotspot) dari Januari hingga 22 Oktober 2025, tercatat 2.517 titik hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi. Jumlah ini menurun 24,8 persen atau 833 titik dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Wilayah dengan jumlah hotspot tertinggi berada di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, yang dikenal memiliki karakteristik lahan gambut dan cuaca kering.
“Kondisi ini disebabkan rendahnya curah hujan, angin kencang, serta karakteristik wilayah gambut yang membuat api mudah menyebar,” jelas Kapolri.
Kapolri mengungkapkan bahwa sepanjang 2025, Polri bersama berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) telah melaksanakan berbagai langkah mitigasi.
Hingga Oktober 2025, Polri tercatat telah melakukan 27.621 kegiatan sosialisasi, 11.949 patroli lapangan, serta berkolaborasi dalam pembangunan 4.032 embung atau kanal dan 1.457 menara pantau di wilayah rawan kebakaran.
“Upaya ini merupakan bentuk kesiapsiagaan kami bersama seluruh pihak dalam menghadapi ancaman karhutla yang dapat mengganggu stabilitas lingkungan dan sosial masyarakat,” kata Sigit.
Selain kesiapsiagaan personel dan sarana prasarana, Polri juga mendirikan Posko Tanggap Darurat terpadu di daerah rawan kebakaran sebagai pusat koordinasi dan respons cepat.
Untuk memperkuat deteksi dini, Polri kini mengandalkan sistem Early Warning System berbasis teknologi. Sistem ini memanfaatkan aplikasi Geospatial Analytic Center (GAC) yang terintegrasi dengan sejumlah platform instansi lain, seperti SiPongi (Kementerian Kehutanan), Fire Danger Rating System, Himawari (BMKG), dan TMAT (KLHK).
Kapolri menegaskan bahwa kolaborasi teknologi ini memungkinkan pemantauan potensi kebakaran dilakukan secara real time dan berkelanjutan. Selain itu, patroli darat dan udara juga terus digiatkan bersama TNI, BPBD, Manggala Agni, serta masyarakat peduli api untuk mendeteksi dan memverifikasi titik panas sejak dini.
“Ketika ditemukan adanya titik karhutla, tim langsung melakukan upaya pemadaman baik melalui jalur darat maupun operasi modifikasi cuaca,” imbuhnya.
Selain aspek pencegahan, penegakan hukum tetap menjadi fokus utama Polri. Berdasarkan data hingga 23 Oktober 2025, Kepolisian telah menangani 86 kasus tindak pidana karhutla dan menetapkan 83 tersangka perorangan.
Modus yang paling umum dilakukan para pelaku adalah pembakaran lahan untuk kepentingan usaha perkebunan.
“Kami menindak tegas secara profesional semua pelaku pembakaran lahan. Tidak ada toleransi bagi mereka yang merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan banyak orang,” tegas Kapolri.
Di akhir pernyataannya, Jenderal Sigit mengimbau agar masyarakat tidak membuka lahan dengan cara membakar. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut selain melanggar hukum, juga merusak ekosistem dan mengancam kesehatan masyarakat.
“Mari kita jaga hutan dan lingkungan bersama. Jangan membakar lahan untuk alasan apapun. Kesadaran kolektif menjadi kunci keberhasilan kita dalam mengakhiri bencana karhutla,” tutup Sigit.
Pertemuan Kapolri dan Menhut ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah terus berupaya menjaga sinergi lintas lembaga dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan, dengan mengedepankan teknologi, kolaborasi, serta penegakan hukum yang tegas.

