Kemenperin-UNDP Bahas Soal PBDEs dan UPOPs Pada Industri

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara memberikan sambutan pada Seminar Internasional bertajuk “Pengelolaan Limbah Industri Elektronik dan Limbah sebagai Sumber Daya Industri untuk Mendukung Pengurangan Penyebaran PBDEs/UPOPs” di Denpasar, Bali, 8 Januari 2018. BPPI Kemenperin bersama Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia sepakat untuk menyusun rekomendasi mengenai kebijakan pengelolaan limbah industri di Tanah Air yang lebih baik.
Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara membuka acara tersebut dengan memukul gong disaksikan Asisten Direktur Negara, Kepala Unit Lingkungan, UNDP Budhi Sayoko, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Pemerintah Provinsi Bali, I Putu Astawa, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Dagang Kabupaten Karangasem, Gusti Ngurah Suarta tanda peresmian pembukaan Seminar Internasional bertajuk “Pengelolaan Limbah Industri Elektronik dan Limbah sebagai Sumber Daya Industri untuk Mendukung Pengurangan Penyebaran PBDEs/UPOPs” di Denpasar, Bali, 8 – 9 Januari 2018. Seminar ini dihadiri lebih dari 155 orang dari berbagai latar belakang mulai dari pemerintahan, akademisi, dan pelaku industri.
Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini tidak hanya menghadirkan para pembicara dalam negeri, tetapi juga dari National Taiwan University, Environmental Management Centre India, dan Institute for Global Environmental Strategies (IGES) Jepang.
PBDEs adalah salah satu senyawa umum yang lazim digunakan untuk membuat beragam bahan-bahan tahan api, termasuk tekstil, pakaian, kemasan botol, pembungkus kabel, furnitur, karpet, dsb. Sejumlah penelitian di berbagai dunia telah mengungkap potensi bahaya PBDEs terhadap kesehatan manusia lingkungan. Beberapa jenis PBDEs yang telah diteliti menunjukkan bahwa zat-zat tersebut dapat mengganggu hormon, menurunkan kecerdasan, menimbulkan kanker, dan lain-lain.
Sedangkan POPs adalah bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten (persistent organic pollutants) atau lebih dikenal dengan POPs yang memiliki sifat beracun, sulit terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air, dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) menjelaskan bahwa sifat-sifat tersebut harus diwaspadai mengingat dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui dampak negatif bahan pencemar organik yang persisten terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia khususnya kelangsungan hidup generasi yang akan datang.