Pariwisata Salip Minyak dan Gas Sebagai Penyumbang Devisa Nomor Dua

Keinginan Pemerintah agar dapat menjadikan Pariwisata leading sector sepertinya akan terealiasi. Hal itu terlihat dari data Kementerian Pariwisata yang menyebutkan posisi pariwisata kini berada di urutan kedua sebagai penyumbang devisa terbesar untuk negara. Data dari Kemenpar ini dibeberkan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan RI, Ahman Sya saat menghadiri acara Musyawarah Raja Sultan Se-Nusantara dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) ke-XI, Minggu, 17 September 2017.
Ahman mengatakan tahun ini pariwisata berhasil menyalip minyak bumi dan gas. Sebelumnya sektor energi itu berada di posisi kedua dan kini berada di posisi ketiga atau satu peringkat dibawah pariwisata. Untuk sektor penyumbang devisa terbesar masih dirajai Kelapa Sawit.
Menurut Ahman, Kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun nusantara untuk tahun ini, setengahnya sudah tercapai. Di tahun 2016 saja, wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia jumlahnya mencapai 12 juta orang. Mereka yang datang pun sudah dihitung-hitung oleh Kemenpar berapa uang yang dikeluarkan oleh setiap wisatawan. Untuk wisman rata-rata uang yang dikeluarkan wisman bisa mencapai US$ 1200 perkunjungan, sedangkan untuk wisatawan nusantara (wisnus) rata-rata bisa mencapai Rp 1,2 juta perkunjungan. Ahman pun optimis pariwisata dapat membalap kelapa sawit.
“Saya yakin, kalau kunjungan wisman bisa tembus hingga 15 juta orang di tahun 2017 maka devisa dari sektor pariwsata bisa mengalahkan devisa dari sektor kelapa sawit. Target kunjungan wisman juga kita naikan hingga 20 juta orang pada 2019 nanti,” katanya Ahman di Bangsal Pagelaran Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu, 17 September 2017.
Sektor pariwisata dianggap menghasilkan efek yang luar biasa yang dapat menggerakan pembangunan maupun perekonomian nasional. Efek yang dihasilkan dari pariwisata diantaranya membuka lapangan kerja dan mampu menetaskan kemiskinan.
Ahman menilai pariwisata tidak dapat dikembangkan oleh satu pihak tertentu butuh gotong royong untuk memajukan pariwisata nasional. Karena itu konsep pentahelix yang didengung-dengungkan Menteri Pariwisata Arief Yahya sangat dibutuhkan. Ada lima unsur yang masuk ke dalam pentahelix ini yakni akademisi, bisnis, pemerintahan, komunitas, dan media sebagai penggeraknya.
“Semua unsur itu memiliki kewajiban untuk membangun pariwisata, termasuk pemanfaatan keraton sebagai pusat pembangunan pariwisata berbaisis budaya. Dan, FKN ini juga termasuk sebagai salah satu penjaga dan pelestari budaya Indonesia,” tandasnya.
“Semua unsur itu memiliki kewajiban untuk membangun pariwisata, termasuk pemanfaatan keraton sebagai pusat pembangunan pariwisata berbaisis budaya. Dan, FKN ini juga termasuk sebagai salah satu penjaga dan pelestari budaya Indonesia,” tandasnya.
Sementara itu, Menpar menjelaskan untuk menjadi leading sector , pariwisata nasional harus memenuhi minimal tiga dari empat syarat yang diajukan dunia. Ketiga syarat itu pun kini sudah dipenuhi, seperti keindahan alam dan budaya Indonesia yang hingga kini terus masuk di 21 besar. Selain itu, persaingan harga yang dimiliki Indonesia di sektor pariwisata selalu merangkak di lima besar dunia. Dan yang ketiga adalah pelayanan semua segmen. Cukup dengan tiga syarat itu, tidak menutup kemungkinan pariwisata bakal menjadi penyumbang devisa terbesar dibandingkan sektor lain.
“Nah ini kita sudah punya tiga dari empat syarat untuk memenangkan persaingan. Jadi kemungkinan besar negara ini dengan lebih mudah bisa memenangkan persaingan menjadi yang terbaik sekaligus menjadi penghasil devisa terbesar nanti di tahun 2019,” kata Menpar di program wawancara dengan EL JOHN TV yang dipandu Ketua Yayasan EL JOHN Indonesia Johnnie Sugiarto, di Ruang Menteri Pariwisata, Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, Senin, 18 September 2017.