Peran Prof. Agustinus Dalam Perkuat Komitmen Untar Sebagai Kampus Pemerhati Budaya
Pada tanggal 29 Agustus 2024, Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan, M.T., M.M., I.P.U., ASEAN Eng. resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai Rektor Universitas Tarumanagara (Untar), sebuah posisi yang diembannya dengan dedikasi dan komitmen tinggi.
Selama 8 tahun kepemimpinannya, Prof. Agustinus tidak hanya memajukan kualitas akademik Untar, tetapi berhasil memperkuat pondasi yang sudah ditanamkan Yayasan Tarumanagara untuk menjadikan universitas ini sebagai kampus yang peduli terhadap budaya.
Prof. Agustinus memahami betul bahwa dalam era globalisasi, penting bagi mahasiswa untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya lokal. Hal tersebut dibuktikan dengan terus memadukan kegiatan universitas dengan budaya, baik kegiatan akademik maupun non akademik.
Kegiatan akademik dapat dilihat di setiap acara wisuda yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, seperti wisuda ke 80 yang mengusung budaya Bali. Budaya dari pulau dewata itu terlihat di area wisuda mulai dari ornamen khas Bali, baju daerah yang digunakan panitia hingga alat musik tradisional Bali.
Sementara itu untuk kegiatan nonakademi yang kental dengan nuansa budaya, salah satunya adalah perayaan tahun baru Imlek. Pada perayaan tersebut, Untar pernah mengangkat budaya Surakarta atau Solo. Kota Solo menjadi salah satu daerah yang kuat akan peradaban budaya Tionghoa sehingga berakulturasi dengan budaya Jawa.
Kegiatan nonakademik lainnya yang ikut mengusung budaya yakni peringatan Sumpah Pemuda. Pada peringatan Sumpah Pemuda tahun lalu, Untar mempersembahkan Pagelaran Tari Nusantara yang melibatkan 100 lebih mahasiswa Fakultas Psikologi. Ada lima tarian daerah yang ditampilkan yakni Tarian Pelasraya (Kalimantan), Tarian Kretek (Jawa Tengah), Tari Piring (Minangkabau, Sumatra Barat), Tari Kembang Kipas (Jakarta) dan Tari Saman (Aceh).
Tak hanya untuk mahasiswa, di bawah kepemimpinan Prof. Agustinus, Untar pernah menggelar lomba kesenian daerah yakni Festival Karawitan yang ditujukan untuk kalangan pelajar. Festival ini tidak hanya bertujuan untuk merayakan seni karawitan tetapi juga untuk mendukung pelajar dalam memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Saat Dies Natalis ke-63, Untar menyelenggarkaan pagelaran wayang kulit, dengan lakon “Semar Mbangun Kayangan”. Tema tersebut dipilih karena mengandung pesan penting yakni perlunya membangun kehidupan yang harmonis tanpa kekerasan dan saling menghormati.
Bukan hanya didalam negeri, Untar juga pernah memperkenalkan budaya Indonesia ke luar negeri. Pada 26 April 2024. Untar menggelar pengabdian kepada masyarakat (PKM) internasional “Cultural Outreach Programdi FPT University, Hanoi, Vietnam. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia pada mahasiswa Vietnam. Puluhan mahasiswa FPTU yang hadir di acara diberikan pelatihan membatik dengan media tas jinjing dan tari tradisional
Pada setiap kesempatan, Prof, Agustinus mengatakan bahwa salah satu misi utama Untar adalah memperkuat jati diri bangsa melalui pengangkatan budaya daerah. Ini bukan sekadar sebuah pernyataan, melainkan suatu komitmen yang dijalankan dengan berbagai inisiatif dan program yang mendukung pelestarian serta pengembangan budaya lokal.
“Dalam pandangannya, budaya daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas nasional yang harus dijaga dan dikembangkan agar tidak tergerus oleh arus globalisasi,” sambung Prof Agustinus.
Prof. Agustinus menjelaskan untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya daerah kepada para mahasiswa, Untar memiliki satu mata kuliah yang isinya pembelajarannya tentang budaya.
“Kami punya satu mata kuliah yang namanya mata kuliah Humaniora yang di dalamnya juga menerangkan bagaimana menjadi orang-orang humanis, cinta tanah air, melalui pembahasan, diskusi tentang kebudayaan. Karena kebudayaan itu membuat orang makin mengerti, saling menghormati, saling menghargai,” tutur Prof.Agustinus.
Menurut Prof Agustinus, Lembaga Pendidikan harus dapat menyelaraskan proses pembelajaran secara akademik dengan kegiatan berbasis budaya. Perpaduan ini dinilai penting untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya daerah sehingga ada tekad untuk melestarikannya.
“Seharusnya semua perguruan tinggi semua lembaga pendidikan mengkombinasikan proses pembelajarannya dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat budaya. Karena kalau kita hanya pengetahuan saja tanpa budaya, tanpa apa menyentuh ke Nurani ke hati, itu nggak lengkap, tidak seimbang. Oleh karena itu pembahasan kesehatan jasmani, kesehatan rohani pintar secara intelektual, tapi juga pintar secara hati, Nah saya kira ini semua bisa diperoleh dari budaya,” ujar Prof Agustinus.
Lebih lanjut, Prof. Agustinus mengungkapkan bahwa perjalanan Untar menuju status yang diperoleh saat ini bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan yang dihadapi, namun menurutnya tantangan yang dihadapi bukan karena dirinya seorang tapi merupakan buah kerja sama yang kuat dari unsur-unsur pentahelix. “Pengembangan perguruan tinggi adalah tanggung jawab bersama. Saat ini, kita berbicara tentang pentahelix—kerjasama antara perguruan tinggi, pemerintah, dunia industri, mas
Di bawah kepemimpinan Prof. Agustinus, Untar telah menunjukkan dedikasi yang kuat terhadap pelestarian budaya daerah, menjadikannya sebagai bagian integral dari misi untuk memperkuat jati diri bangsa