Rahasia Tim Crisis Center ala Arief Yahya
Tak lebih dari 2×24 jam, berita-berita terorisme itu mulai meredup. Kalau masih ada running news, tidak sampai membuat paranoid orang yang ingin traveling ke Jakarta dan Indonesia. “H+3 suasana betul-betul sudah kembali normal, seperti tidak terjadi apa-apa lagi. Bahkan pos polisi itu sudah ditutup dengan tulisan #IndonesiaBerani #IndonesiaDamai di atas bahan vinil merah putih,” jelas Menpar Arief Yahya yang sore 18 Januari 2016 sempat melintas di sana.
Lalu apa rumusnya? Suasana krisis itu, entah disebabkan oleh alam (nature), sosial (orang) atau teknologi– menurut Arief Yahya ada tiga hal yang harus diantisipasi. Pertama ada langkah Emergency (E) atau istilah umumnya darurat, lalu Urgency (U) atau sifatnya mendesak, harus disegerakan, dan Contingency (C) atau tanggap.
Di Kemenpar, dia mengkombinasi dari berbagai sumber penangan crisis, terutama di sektor pariwisata. “Ada tiga tahapan tim crisis center bergerak. Pertama, tahap Emergensi. Kedua, tahap Rehabilitasi. Ketiga, tahap Normalisasi,” jelas Doktor Ekonomi lulusan Unpad Bandung itu.
Apa yang dilakukan di tahap Emergency? “Emergency itu dimulai persis ketika kejadian itu berlangsung, 14 Januari. Hingga 16 Januari masa tanggap darurat itu berlangsung. Ada tiga level lagi khusus untuk tanggap darurat itu. Pertama immediate respons, atau merespons dengan cepat. Seperti asessment on impact, apa penyebab krisis, kontak emergency respons team, bisa polisi atau lembaga yang terkait, lalu inmediate media respons,” jelas Arief Yahya.