Ambang Batas Tax Refund Wisatawan Diturunkan, Tiongkok Incar Lonjakan Belanja Turis

0
16014-2024-03-12-09-40-07

Pemerintah Tiongkok secara resmi menurunkan ambang batas pengeluaran minimum bagi wisatawan asing untuk dapat mengajukan pengembalian pajak (tax refund), sebagai bagian dari upaya strategis untuk meningkatkan konsumsi domestik. Kebijakan baru ini muncul di tengah tekanan ekonomi akibat perang dagang berkepanjangan dengan Amerika Serikat, serta perlambatan pertumbuhan dalam beberapa sektor utama.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis Kementerian Perdagangan Tiongkok bersama sejumlah lembaga terkait dan dikutip dari AFP, disebutkan bahwa wisatawan kini hanya perlu berbelanja sebesar 200 yuan (sekitar Rp460.000) di toko yang sama pada hari yang sama untuk bisa mengklaim pengembalian pajak. Angka ini turun signifikan dari batas sebelumnya yang mencapai 500 yuan (sekitar Rp1 juta), menunjukkan langkah nyata pemerintah dalam mendorong konsumsi pariwisata lintas negara.

Tak hanya itu, batas maksimum pengembalian pajak tunai pun telah dilipatgandakan, dari sebelumnya 10.000 yuan menjadi 20.000 yuan (sekitar Rp46 juta). Pemerintah juga menyatakan akan memperluas cakupan lokasi pengembalian pajak dan menyederhanakan prosedur administrasi, terutama di destinasi wisata utama.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk menarik lebih banyak wisatawan asing dan mendongkrak belanja mereka di dalam negeri. Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Sheng Qiuping dalam konferensi pers menyebutkan bahwa kontribusi wisatawan mancanegara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok pada tahun 2024 masih berada di angka 0,5%, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara besar lainnya yang berada di kisaran 1% hingga 3%.

“Ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat besar di sektor konsumsi wisatawan asing,” ujar Sheng, beberapa waktu lalu.

Data pemerintah menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan asing ke Tiongkok tahun lalu mencapai USD94,2 miliar, meningkat tajam sebesar 77,8% dari tahun sebelumnya. Namun demikian, angka tersebut dianggap masih belum optimal, terutama dalam konteks globalisasi dan persaingan antar destinasi wisata.

Kebijakan ini juga hadir saat Tiongkok menghadapi tantangan berat di sektor ekspor akibat naiknya tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump. Tarif setinggi 145% atas sejumlah produk Tiongkok mulai diberlakukan dalam beberapa bulan terakhir, mendorong Beijing untuk mencari strategi alternatif yang lebih fokus pada stimulus konsumsi domestik.

Meskipun ekonomi Tiongkok tumbuh 5,4% secara tahunan pada kuartal pertama 2025, para analis memperkirakan akan ada perlambatan tajam dalam waktu dekat karena dampak tarif dan tekanan eksternal lainnya.

Sebagai respons, pemerintah menggencarkan kebijakan fiskal untuk mendorong belanja masyarakat dan investasi sektor swasta. Ini termasuk subsidi tukar tambah kendaraan dan peralatan rumah tangga, serta penyaluran dana tambahan ke sektor properti dan industri yang kekurangan likuiditas.

Kebijakan pengembalian pajak yang lebih mudah bagi wisatawan diharapkan menjadi pemicu tambahan bagi pertumbuhan konsumsi. Otoritas Tiongkok bahkan mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan titik pengembalian pajak langsung di tempat-tempat wisata populer, agar proses klaim bisa dilakukan lebih cepat dan praktis oleh para pelancong.

Dalam konteks ekonomi global yang bergejolak dan situasi geopolitik yang belum menentu, langkah ini menjadi sinyal bahwa Tiongkok berupaya untuk menjaga keterbukaan ekonominya sambil merespons tantangan internal dan eksternal secara aktif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *