Atraksi Baru di Bangka, Museum dan Wisata Sejarah Kain Cual Khas Babel

Perlahan tapi pasti, pariwisata di Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel) kian bergeliat. Satu per satu destinasi ditata, dipercanik dan diperkenalkan ke publik. Tujuannya satu, menjadikan Indonesia sebagai destinasi terbaik wisatawan. Menjadikan tiap daerah sebagai lokasi wisata favorit wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Satu yang terbaru hadir di Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Babel adalah museum Kain Cual Ishadi. Museum yang diresmikan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Erzaldi Rosman, Selasa (15/8) kemarin, bakal menjadi tempat wisata sejarah sekaligus mengenal Kain Cual yang merupakan kain khas Babel.
“Museum Kain Cual Ishadi menjadi museum satu-satunya di Pangkalpinang yang memberikan wawasan terkait sejarah kain Cual, kain khas Babel,” ujar Erzaldi Rosman.
Museum yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Pangkalpinang ini memamerkan koleksi kain Cual berbagai motif. Bahkan terdapat koleksi kain yang telah berusia 200 tahun.
“Tempat ini akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung ke Babel, khususnya ke Kota Pangkalpinang,” ujar Gubernur Erzaldi.
Kain Cual berawal dari aktivitas menenun perempuan Bangsawan Muntok, Bangka Barakat, keturunan Ence’ Wan Abdul Haiyat di Kampung Petenon, abad ke-18. Tenun Cual mulanya merupakan kain adat Muntok yang berarti celupan awal pada benang yang akan diwarnai.
Tahun 1914 hingga 1918 terjadi perang besar melanda Eropa yang membuat pasokan bahan baku tenun Cual terputus. Masuknya tekstil Cina makin menambah orang-orang Muntok meninggalkan kerajinan tenun Cual. Baru pada tahun 1990 perindustrian di Kotamadya Pangkalpinang menggalakkan kembali kerajinan Cual di Bangka sebagai membangkitkan kain identitas Bangka.
Tenun Cual merupakan perpaduan antara teknik songket dan tenun ikat, namun yang menjadi ciri khas adalah susunan motif menggunakan teknik tenun ikat. Jenis motif tenun Cual antara lain susunan motif bercorak penuh (Pengantek Bekecak) dan motif ruang kosong (Jande Bekecak).
Sekilas motif kain tenun Cual tampak seperti songket Palembang. Yang membedakan adalah jika pada songket Palembang motif diambil dari bentuk-bentuk bunga seperti Cempaka atau bunga Cengkeh, maka Cual mengambil motif bentuk-bentuk alam dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Seperti motif kucing atau bebek atau bunga mawar.
Fungsi sosial dari tenun Cual adalah sebagai pakaian kebesaran lingkungan Muntok, pakaian pengantin dan pakaian pada sehari-hari kebesaran Islam dan adat lainnya. Juga sebagai hantaran pengantin ataupun mahar yang langsung menggambarkan status sosial seseorang pada masa itu.
Dahulu, kehalusan tenunan, tingkat kerumitan motif dan warna pada tenun Cual mengandung filosofi hidup sebagai hasil perjalanan religius penenunnya.
Isnawati, pencetus sekaligus pengelola Museum Kain Cual Hadi mengatakan, ketertarikannya pada Kain Cual bermula saat ia dan mendiang suami mendapat kain Cual kuno. Dari sana ia tertarik menelusuri lebih jauh kain yang pertama kali ditenun di Muntok pada abad ke 16 dan 17.
Saat menelusuri lebih dalam tentang kain tersebut, ia bahkan mendapat lebih banyak lagi kain Cual kuno peninggalan dari kakek buyutnya.
“Sejak saat itu kami punya ide untuk mengangkat heritage Babel ini,” kata Isnawati.
Museum yang mulai dibangun pada 2015 lalu ini, oleh Isnawati diberi banyak sentuhan agar dapat benar-benar menjadi tempat menarik bagi wisatawan. Karena itu ia juga menempatkan cafe yang nyaman serta toko kain Cual Ishadi yang dapat menjadi tempat wisatawan berburu kain Cual untuk oleh-oleh.
“Bahkan ibu Martha Tilaar langsung jatuh cinta saat pertama kali melihat Kain Cual beberapa tahun lalu. Ia juga yang mendorong saya mendirikan museum ini,” kaya Isnawati.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi hadirnya Museum Kain Cual Hadi yang bakal menambah deretan atraksi menarik di Pulau Bangka. Terlebih upaya pelestarian budaya ini diinisasi oleh masyarakat setempat yang didukung pemerintah daerah.
“Nantinya wisatawan dari Pulau Belitung, yang merupakan satu dari 10 destinasi prioritas Kementerian Pariwisata dapat ditarik ke Pulau Bangka. Salah satunya dengan diajak melongok keelokan dan eksotisme Kain Cual yang merupakan khas Babel di museum ini,” kata Menpar Arief Yahya.
Menteri lulusan University of Surrey, Inggris ini mengatakan, ketertarikan wisatawan khususnya wisatawan mancanegara terhadap budaya sangat tinggi. Tercatat porsinya mencapai 60 persen dibanding ketertarikan terhadap alam (nature) 35 persen dan kerajinan tangan (mandmade) lima persen.
Menpar juga mengapresiasi langkah Gubernur Erzaldi yang menerapkan strategi Go Digital yang selalu digaungkan oleh Arief Yahya. Yakni dengan turut memasukkan Kain Cual Ishadi dalam aplikasi La Muter yang difasilitasi gratis oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Sadar atau tidak, kini sudah terjadi pergeseran perilaku masyarakat dimana teknologi digital sudah mengubah customer behavior, menuju layanan gerak (mobile), personal dan interaktif,” kata dia.
“Saat ini search and share melalui digital sudah mencapai 70 persen. Siapa yang menguasai anak muda, dialah yang berpotensi winning the future market,” kata Arief Yahya yang program Go Digital-nya mendapat apresiasi UNWTO, Badan PBB yang mengurus masalah pariwisata dunia.