Dahlan iskan, si Kecil yang menjadi Besar
Siapa yang tidak mengenal dengan sosok yang satu ini, Dahlan Iskan dilahirkan di Magetan Jawa Timur, tepatnya di desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur pada tahun 1951. Dahlan Iskan tidak pernah tahu tepatnya tanggal dan bulan ia dilahirkan, sampai saat ini tanggal yang ia gunakan sebagai tanggal lahir adalah karangannya sendiri. Ia menggunakan tanggal 17 Agustus 1951 sebagai hari kelahirannya karena tanggal itu tepat hari kemerdekaan Indonesia sehingga mudah diingat. Orang tua Dahlan Iskan bukanlah orang kaya, bahkan sangat miskin sekali.
Dahlan dan saudara-saudaranya terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Kehidupan telah menempa Dahlan kecil menjadi pribadi yang tangguh. Sering ia dan saudaranya merasa perih di perut karena menahan rasa lapar, ia belitkan sarung di perutnya. Kemiskinan bukan berarti harus meminta-minta untuk dikasihani melainkan harus dihadapi dengan bekerja dan berusaha. Ayah Dahlan pernah berkata “ Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”. Begitulah prinsip keluarga Dahlan.
Pada saat kecil Dahlan Iskan hanya memiliki baju satu stel yaitu kaos dan celana serta satu sarung. Sarung adalah baju serba guna bagi dahlan, saat beribadah ia gunakan sarung, saat baju dan celana nya dicuci , ia gunakan sarung sampai pakaiannya kering, saat tidur di malam hari ia gunakan sarung untuk selimut. Ketika sekolah ia tidak mempunyai sepatu. Saat itu jarak antara rumah dan sekolahnya puluhan kilometer, sehingga ia dan saudaranya menempuhnya dengan berjalan kaki dengan merasakan lecet di telapak kaki karena tak bersepatu. Sehingga ia menyimpan keinginan besar (menurutnya saat itu) yaitu bisa memiliki sepeda dan sepatu (cerita ini bisa anda baca di buku “Sepatu Dahlan”).
Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dengan serba kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada cerita menarik yang saya baca pada buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan betapa serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan kecil hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu sarung!. Dan dengan joke-joke pak Dahlan yang segar beliau menceritakan kehebatan dari sarung yang dimiliki. Disini beliau menceritakan bahwa sarung bisa jadi apa saja. Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan, fashion, kesehatan sampai menjadi alat untuk menakut-nakuti.
Semasa kuliah di Fakultas Hukum IAIN Sunan Ampel dan Universitas 17 Agustus, Dahlan lebih suka mengikuti kegiatan kemahasiswaan. Ia aktif menulis di majalah mahasiswa dan koran mahasiswa. Gara-gara keasyikan tersebut, ia tidak meneruskan kuliahnya. Kemudian ia pergi ke Samarinda, Kalimantan Timur. Di sana ia melanjutkan hobi menulisnya dengan menjadi reporter sebuah surat kabar lokal.
Pada 1976, Dahlan kembali ke Surabaya. Ia bekerja menjadi wartawan majalah Tempo. Banyak pembaca yang menyukai gaya menulisnya. Berkat itu, pimpinan Tempo mengangkat Dahlan menjadi kepala biro Tempo Jatim. Namun Dahlan belum puas dengan pencapaian tersebut. Diam-diam ia menulis untuk koran lain, seperti Surabaya Post dan Ekonomi Indonesia untuk mencari tambahan penghasilan. Saat ketahuan, ia mendapat teguran dari pimpinan Tempo.
Pada 1982, Dahlan dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos. Pada masa tersebut, Jawa Pos hampir bangkrut karena kalah bersaing dengan Surabaya Post dan Kompas. Namun Dahlan tidak menyerah begitu saja. Ia berusaha mencari akal untuk menyelamatkan korannya. Ide berhasil diperoleh berkat pengamatannya terhadap kebiasaan masyarakat yang membaca koran di sore hari.
Kesuksesan Dahlan tak berhenti pada Jawa Pos. Ia berhasil mendirikan 34 stasiun televisi lokal di berbagai kota. Selain itu ia membuka usaha bisnis real estate, hotel, dan perusahaan listrik. Ia juga membangun Sambungan Kabel Laut yang akan menghubungkan Indonesia dengan Hong Kong. Pada Oktober 2011 Presiden SBY menunjuknya menjadi Menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar. Dalam masa kerjanya, ia membersihkan BUMN dari korupsi dengan membuat persyaratan khusus untuk mengangkat CEO di perusahaan BUMN. (arf)