Festival Pasola, olahraga ala Sumba Barat

0

Festival Pasola

Festival Pasola merupakan festival tahunan yang dirayakan masyarakat Sumba Barat saat memulai masa tanam. Festival ini juga menjadi wisata budaya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur . Dalam perayaan ini, masing-masing kampung akan beradu ketangkasan dengan menunggang kuda sambil melempar lembing ke lawan sampai lawan berdarah. Festival Pasola ditentukan berdasarkan bulan serta melalui rapat para Rato (pendeta adat). Selain itu, penentuan juga bisa dilakukan dengan cara melihat tumbuhan-tumbuhan tertentu yang berbunga pada saat menjelang Festival Pasola.

Perayaan ini sebenarnya untuk menyambut masa panen dan memprediksi hasil panen. Semakin banyak darah keluar saat Pasola, masyarakat setempat percaya hal itu berarti hasil panen berlimpah. Para kesatria dari kubu yang satu melemparkan lembing kayu dengan ujung tumpul berdiameter 1,5 sentimeter ke arah para kesatria dari kubu lawan. Lembing-lembing kayu beterbangan di udara, di bawah langit biru cerah berhias awan-awan putih. Sorak sorai “aaah” dan “uuuh” layaknya para penonton pertandingan olahraga terdengar tiap kali lembing nyaris mengenai kesatria peserta upacara Pasola.

Puluhan kesatria penunggang kuda mengikuti upacara tradisional orang Sumba penganut kepercayaan Marapu itu. Pasola berasal dari kata sola atau hola, yang artinya lembing kayu atau tombak. Awalan “pa” membuat maknanya berubah menjadi permainan perekat jalinan persaudaraan menurut tulisan di laman resmi pariwisata Indonesia. Tradisi Pasola, yang berakar dari legenda cinta segi tiga antara perempuan bernama Rabu Kaba dengan Umbu Amahu dan Teda Gaiparona, dilaksanakan setiap tahun antara Februari hingga Maret. Setiap tahun jadwal penyelenggaraannya tidak menentu. Semua tergantung keputusan tetua adat setempat yang dibuat berdasar perhitungan munculnya bulan purnama. Inilah tradisi yang menguji keberanian dan sportivitas penduduk asli setempat. Acara ini berakar dari rangkaian upacara tradisional yang dilakukan orang Sumba, khusunya Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, penganut agama asli Marapu.

Pasola berasal dari kata ‘sola’ atau ‘hola’. Kata ini memiliki arti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda. Ya, kuda yang digunakan dalam festival ini adalah kuda Sandelwood. Kuda khas Pulau Sumba ini, memiliki perawakan yang kokoh, gesit dan lincah. Kuda-kuda dalam festival ini dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Masing-masing kelompok terdiri dari 50-100 orang. Setelah mendapat imbuhan ‘pa dan menjadi ‘pasola’ artinya pun menjadi permainan. Festival Pasola tidak hanya sekadar ‘perang kuda’, tapi ada beberapa rangkaian acara yang harus dilakukan sebelum acara puncak. Acara dimulai dengan Pasola Homba Kalayo, Pasola Bondo Kawango, Pasola Rara Winyo, dan terakhir adalah Pasola Waingapu pada tanggal 7 Maret 2013. Sebagai senjata, para peserta Pasola akan dibekali dengan tombak kayu dengan diameter sekitar 1,5 cm. Pastinya, ujung tombak ini pun tumpul jadi tidak akan melukai. Serunya traveler yang memiliki nyali juga bisa ikut dalam festival ini. Jika tidak berani pelancong bisa bergabung dengan penonton lainnya.

Pasola merupakan bagian dari upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli Marapu. Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola” yang berarti sejenis lembing kayu. Pasola (atau pahola) ini merupakan permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang melaju kencang. Pasola ini dimainkan oleh dua kelompok. Pasola ini diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat, yaitu Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pasola ini diawali dengan upacara adat nyale. Adat nyale merupakan upacara untuk mengungkapkan rasa syukur atas datangnya musim panen dan melimpahnya cacing laut di pinggir pantai. Upacara adat nyale dilaksanakan pada saat bulan purnama dan nyale (cacing laut) keluar di tepi pantai. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola dilaksanakan di bentangan tanah luas dan disaksikan oleh warga setempat, masyarakat umum, dan juga wisatawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *