Gubernur Pramono Anung Resmikan Balai Warga Berkonsep Rumah Adat Betawi di Rawa Buaya

Sebagai bagian dari komitmen untuk melestarikan warisan budaya Betawi, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, meresmikan Balai Warga RW 09 di Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, pada Jumat (20/6/2025). Acara ini mengusung tema “Lestarikan Budaya Betawi Menjelang Usia 5 Abad Kota Jakarta”, mencerminkan semangat pelestarian budaya lokal dalam menghadapi perkembangan pesat ibu kota.
Balai Warga tersebut dibangun dengan desain Rumah Adat Betawi, yang dikenal sebagai Rumah Kebaya. Konsep ini dipilih bukan hanya untuk mempercantik tampilan bangunan, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai budaya Betawi di tengah masyarakat urban, khususnya generasi muda yang kini semakin tergerus oleh modernisasi.
Dalam sambutannya, Gubernur Pramono menyampaikan rasa bahagia dan bangganya atas keterlibatan aktif warga dalam pembangunan fasilitas ini. “Saya merasa senang karena acara seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta memiliki semangat gotong royong dan kekeluargaan yang kuat. Ini bukan sekadar pembangunan fisik, tapi simbol kebersamaan yang nyata,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa Balai Warga ini harus dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kegiatan kemasyarakatan. Selain sebagai ruang berkumpul, balai tersebut diharapkan menjadi pusat kegiatan yang mempererat interaksi sosial warga dan mendukung pelestarian budaya Betawi.
“Mudah-mudahan Balai Warga ini tidak hanya digunakan saat acara peresmian saja, tapi terus aktif digunakan oleh warga RW 09 untuk berbagai kegiatan positif. Dan yang tak kalah penting, mari kita rawat bersama agar tetap bersih dan nyaman,” ujarnya. Ia pun meminta dukungan dari Wali Kota dan tim kebersihan seperti PPSU atau Pasukan Oranye dalam menjaga kondisi balai dan taman di sekitarnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Pramono juga menyoroti pentingnya penggunaan simbol-simbol budaya lokal di ruang-ruang publik Jakarta. Menurutnya, dengan mengadopsi desain Rumah Kebaya, Balai Warga ini memberikan contoh konkret bahwa pelestarian budaya bisa dimulai dari fasilitas lingkungan terkecil.
“Desainnya sangat mencerminkan identitas Betawi. Saya bangga karena kita bisa menjadikan budaya lokal sebagai bagian dari arsitektur kota. Bahkan, saya sudah menerbitkan instruksi agar hotel berbintang empat dan lima wajib menampilkan unsur kebudayaan Betawi dalam interior atau eksteriornya,” tambahnya.

Pembangunan Balai Warga seluas 300 meter persegi ini berhasil direalisasikan pada tahun 2024 melalui kerja sama antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta. Proyek ini merupakan bentuk kolaborasi yang berhasil dalam menghadirkan ruang publik yang representatif dan berkarakter budaya.
Gubernur Pramono berharap langkah ini dapat menginspirasi wilayah lain di Jakarta untuk membangun fasilitas serupa, tanpa harus selalu menciptakan infrastruktur baru. Ia menekankan bahwa optimalisasi fasilitas yang sudah ada akan jauh lebih efektif jika pengelolaannya dilakukan dengan baik.
“Yang paling penting bukan seberapa banyak fasilitas dibangun, tapi bagaimana fasilitas yang ada bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kalau warga merasa nyaman dan mau datang, maka fungsi sosial dari bangunan itu telah tercapai,” pungkasnya.

Peresmian ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Jakarta menuju usia lima abad. Di tengah modernisasi kota, upaya pelestarian budaya lokal seperti ini menjadi bagian dari visi pembangunan Jakarta yang inklusif, berkelanjutan, dan berakar pada kearifan lokal.