MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah, Parpol Tanpa Koalisi Bisa Ajukan Calon
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024 melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini merespons permohonan dari Partai Buruh dan Partai Gelora, yang dinilai memberikan dampak signifikan bagi peta politik di Indonesia.
Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan keputusan tersebut dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung pada Selasa, 20 Agustus 2024. “Kami mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Suhartoyo.
Dalam putusannya, MK memutuskan untuk menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dari sebelumnya 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu legislatif DPRD, serta 20 persen kursi DPRD. Kini, ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan jalur independen atau perseorangan, sesuai dengan Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Perubahan ini memberikan angin segar bagi calon-calon yang sebelumnya terhambat oleh ambang batas tinggi. Salah satu contohnya adalah Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, yang kini memiliki peluang lebih besar. Anies, yang sebelumnya menghadapi kesulitan karena ketentuan ambang batas 20 persen dari perolehan suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta, kini dapat mencalonkan diri dengan threshold baru sebesar 7,5 persen.
Selain itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang sebelumnya kesulitan mengusung calon gubernur karena ketidakcukupan dukungan partai, kini memiliki kesempatan untuk mencalonkan kandidatnya sendiri. PDI-P, yang meraih 850.174 suara atau 14,01 persen dalam Pileg DPRD DKI Jakarta 2024, kini bisa memenuhi ambang batas baru yang lebih rendah.
Sesuai dengan putusan MK, syarat ambang batas pencalonan untuk gubernur diatur berdasarkan jumlah penduduk yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut:
- Provinsi dengan DPT hingga 2 juta jiwa: ambang batas 10 persen perolehan suara.
- Provinsi dengan DPT 2-6 juta jiwa: ambang batas 8,5 persen.
- Provinsi dengan DPT 6-12 juta jiwa: ambang batas 7,5 persen.
- Provinsi dengan DPT lebih dari 12 juta jiwa: ambang batas 6,5 persen.
Perubahan ambang batas ini diperkirakan akan mempengaruhi dinamika Pilkada di berbagai daerah, memberikan kesempatan yang lebih merata bagi partai politik dan calon independen untuk berkompetisi secara adil. Keputusan MK ini mencerminkan upaya untuk menciptakan iklim politik yang lebih inklusif dan demokratis.