Sufmi Dasco: DPR Tunduk pada Putusan MK Jika RUU Pilkada Belum Disahkan Sebelum Pendaftaran
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa pihaknya akan tunduk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait RUU Pilkada jika undang-undang baru tersebut belum berhasil disahkan sebelum pendaftaran pasangan calon Pilkada 2024 yang dijadwalkan pada 27-29 Agustus mendatang.
“Seandainya dalam waktu pendaftaran undang-undang yang baru belum disahkan, maka kita akan mengikuti keputusan terakhir dari Mahkamah Konstitusi. Itu sudah jelas,” ungkap Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (22/08/2024).
Ia menambahkan bahwa Indonesia sebagai negara hukum harus mematuhi aturan dan keputusan yang berlaku, terutama dalam hal ini yang telah ditetapkan oleh lembaga peradilan tertinggi.
Dasco menjelaskan bahwa pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada dalam Rapat Paripurna DPR tidak dapat dilakukan pada hari itu karena sejumlah alasan administratif. Pengesahan RUU Pilkada harus dilakukan melalui proses yang mematuhi tata tertib DPR, namun pada saat rapat paripurna, hanya 89 anggota yang hadir, sehingga rapat tidak memenuhi kuorum yang diperlukan.
Pembatalan pengesahan RUU Pilkada ini terjadi di tengah situasi yang tegang dengan gelombang protes besar dari masyarakat. Demonstrasi besar-besaran digelar serempak di berbagai kota di Indonesia pada hari yang sama. Para demonstran menolak revisi UU Pilkada yang dianggap kontroversial dan tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
Aparat kepolisian telah dikerahkan untuk berjaga di depan kompleks parlemen di Jakarta untuk mengantisipasi kemungkinan kerusuhan akibat aksi protes. Demonstrasi utama terpusat di depan Gedung DPR RI, Jakarta, di mana massa menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi UU Pilkada dan mendesak DPR untuk menangguhkan atau membatalkan pembahasan undang-undang tersebut.
Penolakan terhadap revisi UU Pilkada ini berakar dari kekhawatiran bahwa perubahan yang diusulkan dapat mempengaruhi mekanisme pencalonan kepala daerah dan memperumit proses politik. Masyarakat menilai bahwa revisi ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan yang selama ini menjadi landasan pemilihan kepala daerah di Indonesia.