Ambon Manise, Kecantikan di Sisi Timur
Menyebut ungkapan Ambon Manise sejatinya tepat bila diasosiasikan dengan wanita dan pria suku Ambon yang berparas cantik dan rupawan. Jajaran kaum selebriti nasional banyak dihiasi oleh wajah-wajah eksotis asal Kota Ambon di tanah Maluku ini. Sebutan itu bukan tanpa alasan, dan yang pasti adalah karena alamnya yang subur, berlimpah kekayaan di setiap dalamnya akar yang menancap, tingginya dahan dan ranting yang menjalar, termahsyur hingga sisi daratan dan lautan di tanah Asia, Arab, Afrika, dan Eropa. Belum lagi corak warna dan bentuk biota lautnya yang tak berbanding, nampak dari tepian perahu kayu, atau saat ada di kedalaman palungnya yang curam. Ambon, Maluku adalah bagian dari serambi pintu wisata timur Indonesia.
Dikenal sejak ratusan tahun lalu, Ambon merupakan surga yang dituju oleh pelaut dan penjelajah bangsa Eropa. Sejak itu pula penyatuan ras dan budaya Eropa dengan Ambon Melanesia terjadi. Suku asli Alifuru mulai dikenal. Para pedagang Cina abad ke-7 dan di era Dinasti Ming di abad ke-14 sampai 16 Masehi, menggambarkan daerah Ambon kepulauan sebagai oasis di tengah lautan. Suku bangsa di kepulauan sekitar seperti Jawa, Sumatra, Minahasa, dan Buton, pun menyinggahi Ambon. Belum lagi bangsa Arab di abad ke-9 yang tidak saja menjadikan daerah ini sebagai pemasok, tapi juga kampung halaman baru. Ambon, kota di sebuah pulau yang memiliki nama yang sama, menyimpan sisa-sisa perjalanan sejarah dunia, mulai dari berdirinya kerajaan Islam, masuknya bangsa Portugis dalam era perdagangan, dan disusul kolonialisme bangsa-bangsa Eropa lainnya, pergeseran kekuasaan ke tangan Jepang, dan mencapai kemerdekaan.
Mengenal sejarah Kota Ambon dipastikan akan membuka berbagai lembaran kegiatan wisata lainnya. Kelahiran Ambon terkait erat dengan berdirinya Puri atau Benteng Niew Victoria yang dahulu disebut Ferangi, atau Benteng Laha. Tembok tua ini dibina tahun 1575 oleh seorang bangsa Portugis, Sanchos Vanconcelos. Konon di sekitar benteng, pernah hidup sekelompok masyarakat yang menjadi cikal bakal orang asli Kota Ambon. Kelompok masyarakat yang dikenal saat itu dan masih ada hingga kini ialah masyarakat daerah Soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, dan Urimessing. Kesemuanya tersebar di pusat Kota Ambon yang layak anda kunjungi satu persatu untuk menelusuri jejak asal mula Ambon.
Tahukah anda, bahwa Islam sudah tersebar di tahun yang sama. Saat pembinaan tembok besar Niew Victoria, sebuah mesjid pun didirikan di Desa Batu Merah. Banyak sekali tempat di pelosok negeri ini menyandang kata Batu Merah atau Tanah Merah yang berasal dari tanah Karbala yang diambil oleh para penyebar Islam pertama dan ditanamkan di negeri ini. Mesjid ini dikenal dengan nama Mesjid An Nur Batu Merah. Pemimpin pembangunan mesjid dicatat sebagai Keluarga Hatala yang terus melayani masyarakat dan menyebarkan agama Islam dengan para ulama yang dididik dalam keluarga tersebut.
Singgahlah di Desa Tawiri dekat Bandara Pattimura. Disana anda akan melihat sebuah monumen untuk mengingat kegigihan tentara Australia yang melawan serdadu Jepang tahun 1942. Pusat Oleh-oleh adalah nama tempat dimana anda bisa menemukan oleh-oleh dari Ambon. Lokasi Pusat Oleh-oleh ada di Jl. Petak no. 10 and Galala tepat di seberang Kantor PLN di Hative Kecil. Belilah makanan ringan dan pernak-pernik yang disediakan tempat ini bagi mereka yang menunggu di rumah.
Pasti anda berpikir mengapa di Ambon dan Maluku secara umum, para pria khususnya mengenakan perhiasan dari besi putih. Sejarah dan sisa-sisa perjalanan sejarah telah mendandani kaum pria disini, karena sisa besi putih dari onggokan-onggokan martir, pesawat jatuh, kapal karam, dan lain-lain yang bertebaran di Maluku dianggap sebagai ajimat keberuntungan yang menangkal nasib buruk. Ambon Plaza adalah pusat penjualan perhiasan besi putih di Kota Ambon. Sedikit ironis saat kita tahu bahwa dahulu tempat ini merupakan ibu kota penghasil rempah-rempah dari sebuah kepulauan yang begitu besar dan kemahsyurannya melampaui kekuasaannya.
Banyak orang berharap makanan di pulau rempah-rempah akan lebih beragam dibanding tempat lain. Nyatanya, semakin beragam sebuah masyarakat, semakin beragam pula panganan yang diciptakannya. Program transmigrasi dan juga perpindahan penduduk secara sukarela ke tempat ini telah memberi warna sama akan makanan di seluruh kepulauan nusantara. Beberapa tempat masih bisa menyuguhkan cita rasa khas Maluku, tapi di beberapa tempat lain sudah begitu homogen dengan apa yang ditemui di tempat lain. (arf)