Benteng Tujuh Lapis, Bukti Perjuangan Dalu – dalu
Pada era perperangan dulu banyak sekali yang mendirikan benteng sebagai garis pertahanan, pernakah anda berfikir berapa banyak benteng yang ada di Indonesia. Hehehehe, lumayan pusing ya nah kalau pusing cek dulu yang satu ini. Biasanya kalau yang namanya benteng itu memiliki tembok yang tebal dan akan susah runtuh, tapi bagaimana degnan benteng yang ada di desa Dalu –dalu, Riau ini, Benteng tujuh lapis namanya.
Benteng tujuh lapis berada di desa Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai sekitar 23 km dari makam raja-raja Rambah. Jadi kalau anda ingin melihat bekas – bekas perjuangan masyarakat desa Dalu – dalu, bisa nih datang dan menyaksikan langsung saksi bisu yang telah berjuang bersama rakyat.
Semasa perjuangan Tuanku Tambusai semasa Perang Paderi di awal abad XIX, dimana Rokan Hulu masih bagian integral Wilayah Minangkabau di bawah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung Batusangkar Sumatra Barat, benteng menjadi lokasi pertahanan kuat para pejuang, Pasca jatuhnya Benteng Bonjol ke tangan Belanda dan di tangkapnya Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1837, perjuangan kaum Paderi dilanjutkan bersama Tuanku Tambusai di Benteng di Dalu-Dalu. Selain itu di sekitar daerah Dalu-Dalu ini juga terdapat beberapa benteng-benteng yang di sebut Kubu.
Benteng ini sendiri terdapat di dalam catatan arsip peperangan Belanda dengan menyebutkan Tuanku Tambusai yang dijuluki De Padriesche Tijger Van Rokan -Harimau Paderi dari Rokan- yang bertempur di Riau, Tapanuli dan Minangkabau bagian utara. Nah melihat betapa kokohnya perjuangan rakyat waktu itu untuk membebaskan diri dari penjajah yaitu Belanda.
Benteng Tujuh Lapis bertembok tebal, kokoh tujuh lapis, diperkuat dengan tanaman bambu berduri (aur duri) dan parit sedalam sepuluh meter. Benteng ini luasnya menyamai sebuah kampung. Dengan nilai perjuangan yang melekat pada benteng ini, menjadikannya sebagai salah satu objek wisata budaya dan peninggalan sejarah perjuangan masyarakat Riau menentang penjajah. Benteng Aur Berduri, sebutan lain Benteng Tujuh Lapis adalah situs peninggalan sejarah perjuangan Tuanku Tambusai.
Benteng yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Pasir pangaraian ini menjadi saksi bisu keperkasaan Tuanku Tambusai semasa perang Paderi menentang kejayaan penjajah Belanda. Benteng dibangun menggunakan material tanah liat di tepi Sungai Batang Sosa Tambusai dan memiliki luas sekitar 3 hektar, sama luasnya dengan sebuah perkampungan. Dulunya benteng ini digunakan sebagai bangunan pertahanan warga pribumi Riau dibawah kepimpinan Tuanku Ambusai. Konon katanya benteng ini dibuat agar warga pribumi bisa melawan penjajah Belanda dengan lebih leluasa sebab bisa mengamati pergerakan musuh dari atas maupun dalam benteng. Namun, pada tanggal 28 Desember 1839, Tuanku Tambusai meninggalkan Benteng Tujuh Lapis tersebut.
Sehingga saat ini hanya tinggal puing-puing saja dan dijadikan tempat wisata sekaligus situs sejarah karena memiliki sejarah yang tak boleh dilupakan. Hehehe, bagaiman menarik sekali bukan, dimana pada saat itu masih belum ada persenjataan yang lengkap dan canggih. Toh waktu itu juuga banyak yang masih menggunkan senjata tradisional namun masih bisa mengimbangi perebutan lahan nenek miyang kita yang mau di ambil alih oleh penjajah.
Melihat pembuatna bentengnya saja hanya menggunakan tanah liat yang ada disekitar lahan tersebut, belum lagi pertahanan yang di gunakan Cuma mengandalkan bambu runcing yang sangat tradisional. Sementara Belanda sudah menggunakan bubuk mesiu, tapi semangat para pejuag tidak mudah patah, buktinya saja Tuanku Tambusai yang dijuluki De Padriesche Tijger Van Rokan -Harimau Paderi dari Rokan- yang bertempur di Riau. Semoga kita bisa menambha kecintaan akan negara ini ya.