Bijak Memanfaatkan AI untuk Akses Informasi Kesehatan yang Tepat

0
Hand,Of,Doctor,And,Robot,Finger,Or,Cyborg,Artificial,Intelligence

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), seperti ChatGPT dan chatbot berbasis AI, semakin diminati oleh masyarakat, terutama untuk mencari informasi seputar kesehatan. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya akses informasi yang diberikan oleh teknologi AI, yang memungkinkan individu mendapatkan jawaban cepat atas berbagai pertanyaan umum tentang kesehatan. Namun, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam memanfaatkan AI dalam konteks kesehatan.

AI memiliki kemampuan untuk memberikan wawasan awal mengenai gejala atau kondisi kesehatan yang mungkin sedang dialami. Meskipun hal ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dan memotivasi mereka untuk lebih peduli terhadap kesehatan diri, namun, informasi yang diberikan oleh AI seharusnya dianggap sebagai titik awal pencarian dan bukan sebagai dasar pengambilan keputusan medis.

Menurut Setiaji, Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kementerian Kesehatan RI, masyarakat perlu tetap hati-hati dalam menyerap informasi kesehatan yang dihasilkan oleh AI. “Saat menggunakan ChatGPT atau chatbot berbasis AI lainnya, ingatlah bahwa informasi yang diberikan hanya sebagai langkah awal. Tidak seharusnya dijadikan sebagai dasar untuk pengobatan atau diagnosis medis,” ujar Setiaji. Ia menekankan pentingnya verifikasi oleh tenaga medis profesional sebelum mengambil tindakan medis lebih lanjut.

AI memang memiliki keunggulan dalam memberikan respons cepat berbasis data yang telah diprogram di dalamnya, tetapi teknologi ini tidak mampu menilai berbagai faktor kompleks yang berhubungan dengan kondisi kesehatan seseorang. “Meskipun AI memberikan jawaban yang terkesan tepat, teknologi ini tidak dapat mempertimbangkan faktor-faktor klinis dan konteks spesifik individu yang bersangkutan,” tambah Setiaji.

Lebih lanjut, Setiaji juga mengingatkan masyarakat untuk lebih kritis terhadap kemungkinan adanya kesalahan atau ketidaktepatan informasi yang diberikan oleh AI. Tidak semua jawaban yang diberikan chatbot berbasis AI bisa diterapkan secara umum, apalagi untuk kasus-kasus medis yang lebih rumit. “AI hanya bisa memberikan informasi berdasarkan pola umum, bukan diagnosis yang tepat untuk kondisi klinis individu. Oleh karena itu, sangat penting untuk tidak bergantung sepenuhnya pada jawaban yang diberikan oleh AI,” ujar Setiaji.

Perhatian Terhadap Saran Pengobatan dari AI

Setiaji juga memperingatkan agar tidak mudah mengikuti saran pengobatan yang diberikan oleh AI. Penggunaan AI dalam memberikan rekomendasi pengobatan tanpa analisis klinis yang lebih dalam sangat berisiko. “AI bekerja dengan algoritma yang menggeneralisasi data untuk menghasilkan kemungkinan jawaban. Ini berarti bahwa meskipun gejala seperti batuk dan demam mungkin menunjukkan beberapa penyakit, AI tidak bisa menentukan diagnosis yang akurat tanpa pemeriksaan fisik atau tes laboratorium,” jelasnya.

AI tidak dapat menggantikan peran penting seorang dokter dalam melakukan analisis dan penilaian medis yang tepat. Oleh karena itu, mengikuti saran pengobatan tanpa pemeriksaan lebih lanjut dapat berbahaya bagi kesehatan. “Saran pengobatan hanya bisa diberikan oleh tenaga medis yang dapat menilai kondisi pasien dengan lebih baik setelah melakukan pemeriksaan langsung,” tambah Setiaji.

Selain itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, drg. Widyawati, MKM, juga mengingatkan agar teknologi AI digunakan hanya sebagai pelengkap dalam memperoleh informasi kesehatan. “AI seperti ChatGPT dapat membantu memberikan gambaran awal mengenai gejala, namun tidak bisa menggantikan peran tenaga medis yang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Jika merasa khawatir dengan gejala yang dialami, tetaplah berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis profesional,” jelas Widyawati.

Dengan demikian, meskipun teknologi AI dapat menjadi alat bantu yang berguna dalam memperoleh informasi awal mengenai kesehatan, masyarakat harus tetap berhati-hati dalam menggunakannya dan selalu memverifikasi informasi tersebut dengan tenaga medis profesional. Teknologi ini hanya akan efektif apabila digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti dari saran medis yang telah divalidasi. (Sumber Kemenkes)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *