BRIN Dukung Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kini telah mewabah di Indonesia. PMK memang tidak menyerang manusia, namun menyerang pada ternak terutama sapi, dan ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Sebagai upaya memberikan pemahaman tentang PMK kepada masyarakat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan menggelar webinar Talk to Scientist edisi Penyakit Hewan Menular dengan mengusung tema Riset, Deteksi, dan Kontrol pada penyakit Mulut dan Kuku Hewan, belum lama ini.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko menjelaskan, PMK merupakan penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap/belah.
Ia menyebutkan, Badan Kesehatan Hewan Dunia, atau Office des Internationale Epizootis (OIE), telah menempatkan penyakit ini pada OIE Listed Diseases and Other Diseases of Importance atau Daftar sebagai penyakit yang wajib dilaporkan oleh semua negara di dunia.
“PMK merupakan penyakit hewan yang sangat menular yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, kijang/rusa, unta dan gajah, meskipun dilaporkan pada hewan lain seperti beruang,” terang Handoko. “Hewan yang sakit akibat infeksi virus PMK menunjukkan gejala klinis patognomonik berupa vesikel/lepuh dan erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku,” tambahnya.
Sebagai satu-satunya lembaga riset di Indonesia, Handoko menjelaskan, BRIN memiliki kapasitas untuk mendukung upaya pemerintah dalam pengendalian PMK di Indonesia. Dukungan tersebut dibuktikan dengan melakukan Implementasi deteksi penyakit PMK di Indonesia, studi epidemiologi, Mengisolasi, mengkarakterisasi virus PMK dengan melakukan analisis molekuler dengan sekuensing (whole genome sequencing).
Handoko menambahkan, BRIN juga melakukan identifikasi vaksin yang kompatibel dan virus yang beredar. “BRIN melakukan inovasi pengembangan deteksi cepat penyakit PMK melalui pengembangan uji point care (Lateral flow devices) yang dapat digunakan di lapangan dan pengembangan vaksin,” ujarnya.
Senada dengan Kepala BRIN, Kepala Organisasi Riset Kesehatan Ni Luh P Indi Dharmasanti mengatakan, penyakit ini patut diwaspadai karena dapat menyebar dengan cepat mengikuti arus transportasi hewan. “Hal ini berakibat pada kerugian ekonomi karena penurunan nilai jual dan produk hewan ternak, serta membutuhkan pengendalian yang kompleks,” jelasnya.
Indi menyebutkan, Untuk menangani kasus ini di Indonesia, diprediksi membutuhkan sekitar 9,9 triliun rupiah/tahun. “Bahkan angka ini bisa lebih tinggi,” ucapnya
“Penyakit ini sangat menular dan masih terjadi di banyak negara di dunia, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Berdasarkan sifat dan sebaran penyakit, serta dampak kerugian yang ditimbulkannya” lanjut Indi. (Sumber BRIN)