Desa Madobak, Ugai dan Matotonan
Desa Madobak, Ugai dan Matotonan sebenarnya tidak didesain untuk destinasi wisata, tapi budaya tradisional dan hidup mereka sangat lestari dan unik, membuat desa ini menarik perhatian wisatawan. Terletak di hulu sungai Siberut Selatan. Untuk mencapai desa ini Anda mulai dari Muara Siberut, Anda harus mengambil rute Purou-Muntei-Rokdok-Madobak-Ugai-Butui-Matotonan. Setiap desa memiliki keunikan budaya masing-masing. Madobak, contohnya sangat terkenal dengan air terjun Kulu Kubuk yang dingin. Air terjun ini memiliki dua tingkatan dengan tinggi 70 meter. Setiap desa juga terkenal dengan rumah tradisionalnya, secara lokal dikenal dengan Uma, dan upacara tradisionalnya yang dipentaskan oleh Sikerei atau Shaman.
Upacara tradisional ini biasanya dipentaskan selama pesta pernikahan dan memasuki rumah baru, tujuanya untuk mengusir roh-roh jahat. Shaman di ketiga desa ini masih setia mengenakan celana dalam dan ikat kepala (Luat) yang terbuat dari manik-manik berwarna-warni. Beberapa penduduk lokal masih memiliki tato tradisional Mentawai yang terbuat dari tebu dan pewarna arang kelapa. Tato ini dibuat dengan menggunakan paku dan jarum dan dua buah kayu sebagai bantalan dan palu. Menurut penduduk lokal, proses membuat tato ini sangat menyakitkan. Anda bisa mengunjungi pedesaan ini melalui sungai Rereget. Sungai ini merupakan jalan menuju hulu dari pantai di Muara Siberut. Dengan waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke Madobak, empat jam ke Ugai dan lima atau enam jam ke Mototona dengan meggunakan kapal motor. Selama musim ramai, waktu perjalanan akan sedikit singkat. Anda disarankan untuk menggunakan kapal motor yang kecil yang dikenal dengan pompong.
Jarak antara Muara Siberut dan Matotonan, merupakan desa peling terpencil, sekitar 40 km. Sayangnya, sungai Rereget berliku-liku dan menanjak. Anda bisa melihat pohon-pohon sagu di kedua belah sisi sungai. Untuk mengunjungi Muara Sibertu dari pintu kedatangan di bandara internasional Minangkabau, pengunjung harus ke pelabuhan Muara Padang dengan menggunakan bus. Dari sana, pengunjung menggunakan kapal motor untuk menyebrang Samudera Hindia menuju pulau Siberut. Jadwal kapal dari Padang ke Siberut hanya dua kali seminggu; minggu malam (kapal Sumber Rezeki Baru) dan kamis malam (kapal Simasin) perjalanan ini sekitar satu hari berarti kapal kembali ke Padang pada hari Selasa dan Jumat malam.
Harga tikenya Rp 105.000 sampai Rp 125.000. Selain itu juga, ada kapal tambahan beroperasi pada Minggu pertama dan kedua setiap bulan. Kapal Ambu-Ambu berangkat pada Sabtu malam dari Muara Padang dan kembali dari Siberut ke Padang pada Minggu malam. Jika Anda mengambil jalan dari Tuapejat, yang merupakan ibu kota dari distrik Mentawai; dari bandara internasional Minangkabau Anda bisa menyewa pesawat kecil seperti Tiger Air atau SMAC ke Tuapejat di Pulau Sipora. Setelah itu, Anda bisa menyewa kapal untuk perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam ke Muara Siberut.
Mengunjungi ketiga desa ini merupakan pengalaman yang luar biasa. Kehidupan alami mereka dapat terlihat dari rumah kayu Uma, sagu yang diproses menjadi makanan pokok mereka, kapal motor di pinggir sungai dan budaya lokal mereka yang beraneka ragam. Di pedesaan ini, penduduk menggunakan kayu untuk memasak. Melihat penduduk mengambil sagu dengan ember mereka merupakan kegiatan menarik untuk disaksikan. Selain mengunjungi air terjun Kulu Kubuk di desa Madobak atau area perbatasan Taman Nasional Siberut di desa Matotonan, pengunjung dapat berinteraksi dengan kehidupan keseharian masyarakat lokal dan berpartisipasi dalam upacara tradisional mereka. (arf)