Kemendikbud: Penetapan UKT di Kampus Harus Kedepankan Asas Keadilan dan Inklusivitas

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc., memberikan penjelasan kepada publik mengenai penyesuaian uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH). Hal tersebut dilakukan untuk meluruskan polemik yang terjadi terkait UKT yang terbilang tinggi.
“Kami selalu mendengarkan dan menerima masukan secara saksama. Kami juga telah melakukan komunikasi intensif dengan para pemimpin perguruan tinggi untuk mencapai titik temu terbaik bagi semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, izinkan kami menyampaikan beberapa poin penting,” ujar Dirjen Diktiristek, usai rapat kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Selasa (21/05/2024).
Poin pertama yang disampaikan adalah klarifikasi mengenai anggapan bahwa UKT seluruh mahasiswa naik. “Tidak ada perubahan UKT bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan. Penetapan UKT baru hanya berlaku bagi mahasiswa baru,” tegas Haris.
Lebih lanjut, Haris menjelaskan bahwa berdasarkan data, hanya 3,7% mahasiswa baru yang masuk dalam kelompok UKT tertinggi (kelompok 8 hingga kelompok 12). Sebaliknya, 29,2% mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah, yaitu kelompok 1, kelompok 2, dan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sehingga melampaui mandat 20% dari UU Pendidikan Tinggi.
Poin kedua yang diangkat adalah mengenai peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa baru yang merasa keberatan. Haris menekankan bahwa PTN dan PTN-BH harus mewadahi peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa yang mengajukan.
“Mahasiswa yang merasa penempatan kelompok UKT-nya tidak sesuai dengan kondisi ekonomi sebenarnya dapat mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur,” jelasnya.
Pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) mengatur bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa dapat mengajukan peninjauan kembali UKT jika terdapat ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa. Haris menegaskan, “PTN dan PTNBH harus memfasilitasi permohonan tersebut secara adil dan transparan, sesuai Permendikbudristek tentang SSBOPT.”
Haris juga menambahkan bahwa mahasiswa baru dapat melaporkan keluhan terkait peninjauan ulang melalui situs kemdikbud.lapor.go.id. Direktorat Jenderal Diktiristek akan menindaklanjuti laporan mengenai kebijakan UKT yang tidak sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.
Sebagai contoh, Haris menyebutkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan Rektor Universitas Riau (Unri) untuk memastikan komunikasi yang harmonis dan keberpihakan kampus kepada masyarakat. Berdasarkan komunikasi terakhir, mahasiswa baru di Unri diberi kesempatan mengusulkan peninjauan ulang UKT hingga 16 Mei 2024. Dari 50 mahasiswa baru yang mengajukan, 46 mengajukan peninjauan ulang dan 38 di antaranya berhasil menurunkan kelompok UKT mereka.
Saat ini, koordinasi dengan pemimpin PTN dan PTNBH terus dilakukan oleh Ditjen Diktiristek. Tujuannya adalah agar pemimpin PTN dan PTNBH memegang teguh asas keadilan dan inklusivitas, serta memastikan mahasiswa kurang mampu terakomodasi pada kelompok UKT 1 sebesar Rp500.000 per semester dan kelompok UKT 2 sebesar Rp1.000.000 per semester. Pengaturan ini untuk memastikan PTN dan PTNBH tetap inklusif dan memberikan kesempatan pendidikan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.