Mengenal kearifan suku di Kaki gunung Rinjani
Kalau anda ingin mengunjungi suatu tempat wisata biasanya anda akan penasaran dengan kebudayaan yang ada disana bukan, toh pada tempat wisata yang ada disetiap daerah pasti akan mengenalkan hasil karya yang dibuat oleh suku setempat. Nah yang satu ini anda dapat mengunjungi ke salah satu suku yang tinggal di kaki gunung Rinjani yaitu Desa Bayan. Desa Bayan adalah salah satu dari sekian banyak desa wisata di belahan Bumi Indonesia yang menarik untuk dikunjungi. Desa Bayan terletak di kaki Gunung Rinjani (di kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani) yang secara administratif berada di wilayah Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Berjarak sekira 75 km dari Kota Mataram (ibukota Lombok), Desa Bayan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 3-4 jam berkendara. Anda dapat naik bus dari Terminal Mandalika di Mataram atau kendaraan umum/sewa untuk menuju Desa Senaru. Dari Senaru, Anda dapat berjalan kaki sambil menikmati pesona alam di kaki Gunung Rinjani, yaitu air terjun Sindang Gile dan Tiu Kelep, Bangket Bayan, lalu Desa Bayan.
Desa adat ini dihuni oleh penduduk asli Lombok, yaitu suku Sasak yang memiliki kearifannya sendiri dalam menjaga kelestarian adat dan alam yang mereka huni. Suku Sasak masih memegang teguh adat dan mematuhi aturan adat yang diwariskan oleh leluhur. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan tata bangunan adat, rumah hunian, dan tempat ibadah (masjid) serta serangkaian upacara, tradisi, dan pola hidup yang masih dipraktekkan hingga kini. Rumah-rumah hunian dan rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu dan tidak memiliki jendela. Selain itu, ciri lainnya adalah atapnya yang terbuat dari rumbia, berdinding bambu, dengan lantai yang berupa tanah liat yang dipadatkan. Wilayah banguna dibagi-bagi dan diatur sesuai dengan fungsinya, yaitu bangunan khusus dan bangunan umum. Bangunan khusus biasanya untuk pemangku adat, sementara bangunan umum dihuni oleh masyarakat biasa.
Bangunan khusus pemangku adat disebut kampu; ada pula baruga sebagai tempat pertemuan; dan kompleks rumah penduduk yang didirikan sesuai aturan adat. Tak heran apabila bentuk fisik dan pola pembagian ruang dan fungsi setiap rumah adalah sama satu dan lainnya.Selain itu ada pula Masjid Bayan Beleq, masjid tertua di Lombok yang berdiri sejak abad ke-16 dan masih mempertahankan arsitektur awal sejak didirikan. Masjid ini tingginya hanya 1,5 meter agar setiap yang masuk menundukkan kepalanya sebagai simbol hormat atau merendahkan hati. Lantainya masih berupa tanah liat yang dipadatkan dan penerangannya masih menggunakan obor sebagaimana leluhur Sasak pertama kali memfungsikan masjid ini.
Suku Sasak juga sangat arif menjaga kelestarian lingkungan dan alam sekitar. Sumber mata air Mandala yang terkenal karena kejernihannya adalah satu dari sembilan mata air di kaki Rinjani yang menjadi kebanggaan masyarakat Desa Bayan. Mereka sangat menjaga keberadaan mata air tersebut sehingga terdapat aturan yang dibuat khusus oleh pemangku adat (awiq-awiq). Awiq-awiq adalah peraturan mengenai larangan merusak hutan adat (pawang), termasuk larangan mencemari mata air Mandala. Setiap orang dilarang menebang hutan tanpa seijin pemangku adat apalagi membakar hutan. Apabila ada yang melanggar, akan dikenakan denda seekor kambing, uang Rp10.000,- dan beras satu gantang (sekira 3,125 kg). Upacara panen kerap diadakan di kawasan hutan adat tersebut yang juga merupakan tempat bagi sumber mata air Mandala.
Terletak sekira 75 kilometer dari Mataram, Desa Bayan seluas 2.600 hektar ini adalah salah satu desa yang menjadi jalur pendakian menuju Danau Segara Anak dan puncak Rinjani. Desa beriklim sejuk ini juga hanya berjarak sekira 2 kilometer dari Desa Senaru, desa yang merupakan gerbang dan basis pendakian Rinjani. Air terjun yang terdapat di kawasan sekitar kedua desa ini adalah tujuan wisata alam yang lain yang juga menarik untuk dikunjungi. (arf)