OJK Inisiasi Berdirinya Perusahaan Efek Daerah di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Timur bersama pihak terkait sedang menginisiasi penyusunan kajian perusahaan efek daerah untuk mempermudah keterlibatan daerah di pasar modal.
“Kajian tersebut dilakukan dilatarbelakangi keterbatasan akses investor yang tersebar di daerah yang ingin berinvestasi dalam produk pasar modal,” ujar Kepala OJK Provinsi Kaltim Dwi Ariyanto, di Samarinda, Minggu (31/12).
Selain itu, kajian terhadap pendirian perusahaan efek daerah dilakukan juga karena belum optimal infrastruktur jaringan pemasaran melalui kegiatan di lokasi lain dan keagenan.
Menurutnya, pendirian perusahaan efek daerah diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan lembaga jasa keuangan dan profesionalitas di daerah, dalam upaya peningkatan basis investor dan penciptaan lapangan kerja baru di daerah, termasuk di Kaltim yang memiliki potensi besar dalam perjalanan perusahaan efek.
Ia mengatakan bahwa pengembangan perusahaan efek daerah akan dapat mereplikasi pendirian bank perkreditan rakyat (BPR), karena bank ini akan dapat menjangkau nasabah yang tidak dapat dilayani oleh bank umum.
“Dengan memanfaatkan sumber daya manusia di daerah, tentu sangat diharapkan kegiatan sosialisasi berjalan lebih optimal dan masyarakat lebih percaya berinvestasi di pasar modal,” ujarnya pula.
Dwi menjelaskan bahwa ruang lingkup kegiatan dalam perusahaan efek daerah antara lain jasa perantara perdagangan efek, kemudian agen penjual reksadana.
“Sedangkan untuk memastikan keberlangsungan usaha yang dijalankan oleh perusahaan efek daerah, maka dibutuhkan dukungan pembangunan infrastruktur dari OJK dan Self Regulatory Organization,” ujarnya lagi.
Ia juga mengatakan bahwa OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI), PT KSEI, dan PT KPEI juga memiliki program percepatan penyelesaian transaksi bursa dari sebelumnya T+3 menjadi T+2.
Penerapan siklus penyelesaian T+2 memberikan manfaat bagi industri, terutama untuk meningkatkan harmonisasi antarbursa global sehingga memudahkan transaksi efek lintas, meningkatkan likuiditas melalui percepatan reinvestment dari modal, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi risiko sistemik yang dapat terjadi di pasar modal.
Dwi menuturkan bahwa untuk merealisasikan hal tersebut, maka OJK, SRO Anggota Bursa, Bank Kustodian, dan pelaku lainnya perlu melakukan penyesuaian pada peraturan, sistem, dan proses bisnis yang ada untuk mengakomodasi siklus penyelesaian T+2.