Pemerintah Perjuangkan Tata Kelola Royalti Musik untuk Diajukan ke WIPO

Pemerintah berinisiatif mendorong terbentuknya instrumen hukum internasional yang mengatur tata kelola royalti secara adil, transparan, dan berkelanjutan. Gagasan ini akan diajukan Indonesia ke World Intellectual Property Organization atau WIPO yang merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mempromosikan inovasi dan kreativitas melalui sistem hak kekayaan intelektual internasional.
Gagasan itu dibahas dalam Rapat Sosialisasi Indonesian Proposal on Governance of Copyright Royalty antara Kementerian Ekonomi Kreatif (Kementerian Ekraf), Kementerian Hukum, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Kebudayaan. Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya yang hadir dalam rapat menilai inisiatif pemerintah selaras dengan arah kebijakan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2025–2029 yang menempatkan subsektor musik sebagai salah satu prioritas utama dalam pengembangan ekonomi kreatif nasional.
“Kami memandang bahwa usulan legally binding instrument tersebut sangat relevan dengan indikator kinerja utama kami. Hal ini merupakan langkah strategis dan progresif dalam memperkuat posisi Indonesia di forum internasional, khususnya dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif global yang lebih adil, transparan, dan inklusif,” ujar Menteri Teuku Riefky, belum lama ini.
Sosialisasi ini menjadi ruang untuk memperkuat pemahaman atas inisiatif Indonesia dalam penguatan tata kelola royalti, memperdalam kesadaran mengenai hak cipta, serta mendorong lahirnya gagasan bersama lintas negara tentang pentingnya aturan yang wajib dipatuhi untuk memastikan pembagian royalti hak cipta dilakukan secara adil, transparan, dan berkelanjutan. Proposal Indonesia yang akan dibahas dalam WIPO Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) 2025 berfokus pada tiga pilar utama.
- Pembentukan kerangka kerja global untuk mengatur tata kelola royalti lintas negara;
- Penyusunan mekanisme distribusi royalti yang berkeadilan antara pencipta, pelaku industri, dan platform digital; dan
- Penerapan standar transparansi bagi Collective Management Organization (CMO) guna memastikan akuntabilitas dan kejelasan hak bagi para pemegang karya.

Melalui tiga pilar tersebut, Indonesia berupaya mendorong sistem royalti global yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital, sekaligus memperkuat ekosistem kreatif yang berorientasi pada keberlanjutan. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa proposal ini merupakan milik bersama pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan keadilan terhadap royalti dan juga hak publikasi (publish right).
“Ini adalah proposal Pemerintah Republik Indonesia untuk kita mendapatkan sebuah keadilan terhadap royalti yang harusnya diterima oleh posisi kita, komposer kita, pihak terkait kita, dan juga industri musik nasional kita. Satu hal lagi, saya sampaikan bahwa ini tidak sekadar hanya terkait dengan royalti buat para musisi, tetapi juga mencakup soal publisher right,” ujarnya.
Menteri Teuku Riefky menambahkan bahwa langkah ini juga menjadi bentuk diplomasi ekonomi kreatif Indonesia di forum internasional, dengan tujuan memastikan setiap kreator memperoleh manfaat yang proporsional dari karya mereka. Ia juga mengajak seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri untuk mendukung proposal ini dalam pertemuan WIPO SCCR 2025 mendatang.
“Kementerian Ekraf juga berharap agar cita-cita mulia dari penyusunan instrumen hukum ini dapat melahirkan instrumen hukum internasional yang adil, transparan, inklusif, dan berkelanjutan. Juga memastikan pembagian manfaat ekonomi digital secara merata dan tentunya untuk menjamin apresiasi yang berkeadilan bagi para pencipta, pemilik hak, dan pelaku industri musik. Hal ini tentu juga sejalan dengan visi kita, visi Indonesia 2045, yang mencantumkan cita-cita membangun ekonomi kreatif yang berdaya saing, berkelanjutan, dan inklusif di panggung internasional,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir para duta besar dan perwakilan Indonesia dari berbagai negara, diantaranya dari Paris, Amerika Serikat, Kuwait, dan sejumlah perwakilan dari berbagai penjuru dunia lainnya. Kehadiran para diplomat ini menjadi simbol penting bahwa gagasan Indonesia tentang tata kelola royalti berkeadilan tidak hanya dibahas di tingkat nasional, tetapi juga perlu diperluas pemahamannya di lingkup global melalui jejaring diplomasi kreatif Indonesia.
Menteri Ekraf Teuku Riefky menekankan pentingnya peran perwakilan Indonesia di luar negeri dalam mensosialisasikan dan memperkuat penerimaan terhadap inisiatif ini, agar proposal Indonesia dapat diterima secara luas di forum WIPO SCCR 2025. Sinergi lintas kementerian dan dukungan perwakilan diplomatik menjadi kunci agar Indonesia tampil solid dalam memperjuangkan instrumen hukum internasional yang berpihak pada para kreator dan pelaku industri musik dunia.
Langkah kolaboratif ini mencerminkan semangat Indonesia dalam memperjuangkan hak ekonomi kreator dan memastikan keadilan bagi seluruh pelaku industri kreatif. Kementerian Ekonomi Kreatif berkomitmen untuk terus mendukung inisiatif kebijakan yang memperkuat perlindungan kekayaan intelektual sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumariyo, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu, serta para duta besar Republik Indonesia dari berbagai perwakilan di dunia.

