Pemerintah Pertimbangkan Skema Baru Untuk Atasi Kebakaran Hutan

Hampir setiap tahun pemerintah selalu dipusingkan dengan peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai daerah. Meski pencegahan dan penanganan masalah sudah dilakukan namun peristiwa ini masih tetap terjadi bahkan cenderung meningkat.
Pada rapat koordinasi khusus tingkat menteri mengenai penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kantor Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemnkopolhukam), Kamis, 3 Agustus 2017 lalu, telah disepakati skema baru untuk mecegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Rapat ini dipimpin oleh Menkopolhukam Wiranto dan dihadiri menteri terkait seperti Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, Asisten Operasi Mabes Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Skema yang diputuskan itu yakni mempertimbangkan pemberian insentif pupuk cair kepada petani. Pemberian pupuk itu untuk mengalihkan kebiasaan petani yang kerap membakar lahan demi meningkatkan produksi.
“Tradisi peladang membakar hutan untuk menanam jelang musim hujan, ini harus diubah dengan cara lain. Caranya adalah dengan memberi insentif pupuk cair,”” kata Wiranto seusai rapat koordinasi khusus tingkat menteri di kantornya, Rabu, 3 Agustus 2017.
Wiranto mengatakan pemerintah juga sedang membenahi prosedur pemadaman hutan dan lahan yang selama ini dilakukan lewat jalur darat ataupun water bombing. Pembiayaan dan izin penggunaan pesawat untuk water bombing dari udara, menurut dia, masih bermasalah. Ia mempertanyakan perizinan water bombing yang dibawa pesawat asing. Ia pun berniat memperbaiki pelibatan TNI dan Polri serta pembiayaan operasi itu.
Di sisi lain, Wiranto juga meminta keterlibatan dari perusahaan-perusahaan untuk ikut serta dalam upaya pemeliharaan hutan di Indonesia. “Kami minta untuk memberikan satu penyuluhan, bantuan-bantuan kepada petani, untuk tidak membakar lagi, tapi misalnya dengan penggunaan pupuk,” ujarnya.
Mantan Panglima ABRI itu juga menyebut kebakaran hutan bukan hanya masalah nasional saja tetapi sudah menjadi masalah internasional.
Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead mengatakan lembaganya akan memperkuat aspek pencegahan melalui tim reaksi cepat di lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah pun mengupayakan sosialisasi kepada petani daerah. “Ini kita perkuat terus. Kalau orang membakar karena kriminal, harus (ada) penegakan hukum. Tapi, untuk petani, kita sosialiasi cara membuka lahan tanpa pembakaran,” ujar Nazir.
Kebakaran hutan terjadi tahun ini di Provinsi Aceh, Bangka Belitung, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Hingga Rabu lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memantau ada 102 titik api yang 60 persen berpotensi menjadi api.
Angka itu turun dibanding hari sebelumnya yang mencapai 156-160 titik api. Namun, bila dibandingkan dengan Juli 2017 dengan Juli 2016, jumlah titik api bulan lalu lebih tinggi 49 persen. Kenaikan persentase itu karena Juli tahun ini lebih kering dibanding Juli 2016.