RTH Kampung Kalibata Diresmikan, Wujud Ruang Publik Jakarta yang Ekologis dan Edukatif

Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memperluas ruang hijau dan memperkuat ekosistem perkotaan kembali menunjukkan hasil. Pada Jumat (24/10), Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung meresmikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Kalibata di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Peresmian berlangsung di area yang berdampingan dengan RPTRA Citra Betawi, dan dilakukan secara simbolis melalui penandatanganan prasasti oleh Gubernur Pramono, didampingi Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) Fajar Sauri, serta Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan M. Anwar.
Dalam sambutannya, Gubernur Pramono menegaskan bahwa RTH Kampung Kalibata tidak sekadar taman kota, tetapi juga contoh nyata ruang publik yang menggabungkan fungsi ekologis, sosial, dan edukatif.
“Tempat ini dirancang bukan hanya sebagai ruang hijau, tapi juga sebagai sistem yang mendukung ekologi kota. Ada kolam retensi dan saluran berliku untuk menampung air hujan, serta beragam tanaman buah khas Jakarta yang menambah keanekaragaman hayati,” ujar Pramono.
Ia menambahkan, area ini juga dirancang sebagai laboratorium alam terbuka di mana masyarakat dapat belajar tentang konservasi air dan tumbuhan sekaligus menikmati manfaat ekologisnya.
“RTH ini memiliki kolam retensi yang bisa menampung air saat banjir, dan di belakangnya ada Setu Babakan. Saya sudah instruksikan agar RPTRA lama dan RTH baru ini digabungkan, sehingga total luasnya menjadi 6.828 meter persegi,” tambahnya.

RTH Kampung Kalibata kini menjadi salah satu taman dengan fasilitas terlengkap di wilayah Jagakarsa. Di area seluas lebih dari 5.000 meter persegi ini terdapat paviliun, area lawn atau piknik, jogging track, bioswale (jalur resapan air alami dengan tanaman di atasnya), serta toilet dan tempat sampah ramah lingkungan.
Tak ketinggalan, ada pula pos jaga dan viewing deck yang memungkinkan pengunjung menikmati pemandangan taman sekaligus memantau aktivitas air di kolam retensi.
Menurut Gubernur Pramono, desain kawasan ini diarahkan agar warga dapat menggunakan taman ini tidak hanya untuk rekreasi, tetapi juga aktivitas sosial dan olahraga.
“Saya tadi melihat warga memanfaatkan jogging track. Ini penting karena di wilayah ini masih terbatas tempat olahraga. Maka ruang seperti ini menjadi sangat berharga,” ucapnya.
Ia juga menegaskan kembali arah kebijakan Pemprov DKI yang mendorong pemanfaatan ruang-ruang terbengkalai, seperti kolong tol dan kolong jembatan, untuk penghijauan dan kepentingan publik.
Sebelum menjadi taman indah seperti sekarang, kawasan Kampung Kalibata ini dikenal sebagai daerah cekungan yang sering tergenang air saat musim hujan. Melalui perancangan ulang oleh Distamhut DKI Jakarta, area tersebut disulap menjadi taman aktif yang tetap mempertahankan fungsi hidrologisnya.
Fungsi ekologisnya tetap berjalan, kolam retensi dan saluran air membantu menahan limpasan air hujan, namun kini kawasan ini juga berfungsi sebagai ruang publik produktif, inklusif, dan edukatif.
“Secara keseluruhan, RTH Kampung Kalibata mencerminkan ruang hidup yang adaptif terhadap air, tumbuh bersama alam, dan menjadi tempat berkumpulnya kehidupan kota yang berkelanjutan,” jelas Gubernur Pramono.

Kepala Distamhut DKI Jakarta Fajar Sauri menambahkan bahwa proyek ini merupakan bagian dari program revitalisasi dan penambahan RTH publik di seluruh wilayah Jakarta.
“Setiap RTH baru harus membawa fungsi ekologis dan sosial yang seimbang. Prinsipnya, ruang hijau tidak boleh hanya indah, tapi juga harus bekerja untuk lingkungan,” katanya.
Ia menyebut bahwa Jakarta kini tengah bergerak menuju kota berdaya tahan iklim (climate-resilient city) dengan memperbanyak ruang hijau yang mampu menyerap air, menurunkan suhu mikro, serta menyediakan ruang interaksi bagi warga.
RTH Kampung Kalibata kini menjadi salah satu oasis hijau di tengah padatnya wilayah selatan Jakarta. Banyak warga yang sudah memanfaatkan area ini untuk berolahraga, bersantai, dan berkegiatan sosial.
Keberadaan taman ini diharapkan menjadi model pengembangan RTH serupa di wilayah lain, terutama di daerah yang memiliki persoalan banjir atau keterbatasan ruang hijau.
Bagi Gubernur Pramono, taman ini bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi simbol perubahan cara Jakarta menata diri, dari kota beton menuju kota yang tumbuh bersama air dan alam.

