Tari Bambangan Cakil, Tarian dari Pewayangan
Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa Tengah. Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang. Tari ini menceritakan perang antara kesatria melawan raksasa. Kesatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan beringas. Di dalam pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara Kesatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang.
Di dalam pementasan wayang kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara Kesatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang. Tarian ini menggambarkan adegan peperangan antara seorang ksatria Pandawa, melawan Cakil (seorang tokoh raksasa). Istilah Bambangan digunakan untuk menyebut para ksatria keluarga Pandawa, yang dalam tarinya mempergunakan ragam tari halus yang dipakai untuk tokoh ksatria seperti Abimanyu, Sumitra dan sebagainya. Peperangan berakhir dengan tewasnya Cakil, akibat tertusuk kerisnya sendiri. Kalau bambangan mempergunakan tari ragam alusan, maka Cakil dibawakan dengan ragam tari bapang. Tari ini mempergunakan iringan gending Srepegan, Ladrang Cluntang Sampak Laras Slendro. Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan.
Dalam pewayangan, Cakil mempunyai tugas sebagai penjaga tapal batas suatu wilayah. Siapapun yang lewat pasti dihadang dan terjadi peperangan, sehingga Cakil masuk dalam kategori buto begal. Sampai ada adegan atau tari pethilan (berdiri sendiri) Bambang Cakil (perang Cakil dengan Arjuna) atau tari Srikandi Cakil. Dalam perang kembang, ada kalanya Cakil tidak sendiri. Ia ditemani tiga raksasa, hal ini merupakan simbolisasi nafsu-nafsu manusia. Yaitu nafsu amarah (emosi), aluamah (berani), supiah (kemewahan duniawi) dan mutmainah (religi). Cakil juga diartikan sebagai tokoh yang gigih dan mempunyai loyalitas dan dedikasi terhadap tugas yang diembannya, hanya saja Cakil selalu mati oleh pusaka/kerisnya sendiri.
Gerakan dalam Tari Bambangan Cakil ini sangat artistik. Walaupun di adopsi dari cerita pewayangan, tarian tidak di tarikan dengan percakapan. Namun pesan dan cerita dalam tarian ini tetap tersampaikan melalui alur gerakan para penarinya. Untuk memerankan tokoh dalam Tari Bambangan Cakil ini tentunya ada syarat – syarat tertentu agar tarian terlihat menarik, diantaranya seperti fisik penari, keluwesan dalam menari, dan sifat dari para penari sendiri. Untuk memerankan tokoh kesatria biasanya harus memiliki fisik yang rupawan dan luwes/ lemah lembut. Sedangkan untuk memerankan tokoh cakil, dibutuhkan kelincahan dalam menari karena sifatnya yang beringas sehingga membutuhkan gerakan yang lebih. Selain itu penari cakil juga harus luwes, karena gerakan tokoh cakil yang cenderung aktraktif.
Ternyata Ini filosofi yang terkandung dalam tarian ini. Dalam kehidupan ini Tarian Bambangan Cakil bisa diasumsikan pada kehidupan siswa yang sedang belajar kemudian mendapatkan berbagai kesulitan tapi akhirnya bisa lulus juga. Tarian ini bisa juga menggambarkan dua orang yang sedang memadu kasih yang dalam perjalannya senantiasa mendapatkan cobaan dari sekitarnya, tetapi akhirnya masalah-masalah tersebut bisa diatasi dan akhirnya bisa naik ke pelaminan. Karena sebuah pernikahan akan membentuk sebuah Rumah Tangga baru,dan ini akan seperti sebuah Kapal yang akan mulai berlayar, semakin ketengah samudra, maka akan semakin banyak badai yang akan menerpa.