Festival Panah Tradisional Mentawai Diharapkan Jadi Daya Tarik Wisatawan

0
festival memanah

Festival Panah Tradisional Mentawai  2017 resmi dibuka oleh Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Kortanius Sbeleake, Selasa malam, 25 Juli 2017.  Festival ini merupakan festival pertama yang digelar di Kepulauan  Mentawai. Meski baru pertama kali, namun festival  ini diharapkan dapat mengangkat tradisi memanah di Mentawai dan juga dapat sebagai daya tarik wisatawan.

Beberapa hari belakangan ini Kepulauan Mentawai sedang giat-giatnya mengkampanyekan wisata budaya. Tradisi memanah merupakan salah satu budaya yang di miliki Mentawai. Tak hanya itu kepulauan Mentawai memiliki pantai yang eksotis dan gelombang laut yang cukup tinggi. Fenomena alam tersebut  dijadikan Mentawai sebagai daya tarik wisatawan yang ingin berselancar.
Tarian Laggai menjadi tarian pembuka festival yang diikuti 100 peserta ini. Tarian Laggai adalah tarian dengan gerak tubuh yang  diperankan oleh para Sikerei atau ‘dukun’ suku Mentawai dalam menirukan gerakan alam, termasuk hewan yang mendiami Mentawai.

 

Tradisi memanah di Mentawai sudah ada sejak lama. Para leluhur di kepulauan ini kerap mengisi waktu luang dengan memanah. Namun seiring perkembangan jaman,  tradisi itu seakan tenggelam. Pada umumnya  masyarakat Mentawai kurang tertarik untuk memanah.  Hanya sebagian kecil masyarakat Suku Mentawai yang mendiami Siberut yang masih dengan rutin melakukan perburuan hewan dengan cara memanah.

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kepulauan Mentawai Desti Seminora menjelaskan bahwa festival ini memang pertama kali digelar di Mentawai. Sementara itu, lomba panah sendiri merupakan salah satu rangakaian dari Festival Pesona Mentawai yang digelar pada Oktober 2017 mendatang.

Ia berharap, lomba memanah menumbuhkan kembali kecintaan masyarakat Mentawai dalam melakukan aktivitas panahan. Festival kali ini mengambil tempat di Desa Muntei yang terletak di Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai.

Ada alasan khusus mengapa desa ini dipilih sebagai tuan rumah festival ini. Desti mengaku, panitia menjatuhkan pilihannya kepada Desa Muntei sebagai tuan rumah lantaran desa ini masih secara lengkap menjalankan adat Suku Mentawai termasuk memanah dan masih terawatnya uma atau rumah adat Suku Mentawai.

“Di sini juga masih ada Sikerei yang melakukan pengobatan orang sakit. Kami berusaha selamatkan tradisi. Dulu memanah masih dilakukan rutin, sementara saat ini anak-anak kecil sudah tidak lagi melakukan,” ujar Desti saat membuka Festival Panah Tradisional Mentawai 2017, Selasa (25/7) malam.

Pemerintah Kabupaten sendiri berencana menjadikan Desa Muntei sebagai desa tematik yang menyajikan kekayaan budaya Suku Mentawai. Apalagi, untuk menuju desa ini wisatawan tidak perlu menempuh perjalanan jauh seperti desa adat lainnya yang butuh waktu berjam-jam menempuh jalur sungai.

“Mentawai memiliki tato tertua di dunia. Namun saat ini sedikit anak muda yang mau ditato secara adat. Memanah juga, bisa jadi daya tarik wisata,” ujar Desti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *