KKP Tindak Tegas Kapal Pelaku Transhipment di Laut Aru

0
kkp-tindak-tegas-kapal-pelaku-transhipment-di-laut-aru-6WY7

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia dengan menindak tegas Kapal Ikan Indonesia (KII) yang terindikasi melakukan pelanggaran alih muat ikan (transhipment) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, Laut Aru. Tindakan tersebut sejalan dengan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang digagas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, guna mengelola sumber daya perikanan dengan lebih baik dan berkelanjutan.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, atau Ipunk, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (21/2/2025), mengungkapkan bahwa kebijakan PIT bertujuan untuk menjaga agar penangkapan ikan di Indonesia tetap terukur dan terkendali, sehingga menghindari eksploitasi berlebihan yang bisa merusak ekosistem laut. Salah satu aspek penting dari kebijakan ini adalah pengawasan yang ketat terhadap alih muat ikan di laut, yang jika dilakukan secara ilegal dapat mempengaruhi pengumpulan data ikan yang ditangkap serta berisiko pada kapal yang menangkap ikan melebihi kuota yang ditentukan.

“Sebagaimana arahan Bapak Menteri, penerapan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur dilakukan agar sumber daya perikanan dapat dikelola secara lebih baik dan berkelanjutan. Tindakan alih muat ikan ilegal akan mengganggu pengumpulan data ikan yang ditangkap dan meningkatkan potensi kapal menangkap ikan melebihi kuota,” tegas Ipunk.

Pelanggaran alih muat ikan ilegal tersebut terungkap setelah tim Pengawas Perikanan Pangkalan PSDKP Tual melakukan pengawasan setelah kegiatan penangkapan ikan atau after fishing. Berdasarkan hasil pengawasan, kapal yang terindikasi melakukan pelanggaran tersebut adalah kapal berinisial KM. JSM (GT. 75), yang melakukan alih muat ikan di tengah laut dengan kapal pengangkut berinisial KM. KS, yang ternyata bukan mitra usaha dari kapal penangkap ikan tersebut. Menurut Ipunk, kegiatan alih muat ikan di laut hanya diperbolehkan jika kapal pengangkut ikan dan kapal penangkap ikan bermitra atau berada dalam satu kesatuan usaha, dan juga memiliki daerah penangkapan ikan serta pelabuhan pangkalan yang sama.

“Untuk melakukan alih muat ikan di tengah laut, kapal pengangkut ikan dan kapal penangkap ikan harus bermitra atau dalam satu kesatuan usaha dan juga memiliki daerah penangkapan ikan serta pelabuhan pangkalan yang sama,” ujar Ipunk menambahkan.

Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Halid K. Jusuf, menjelaskan lebih lanjut bahwa transhipment atau alih muat ikan diatur dengan ketentuan ketat. Kapal pengangkut ikan harus memiliki perizinan berusaha subsektor pengangkut ikan dari daerah penangkapan ikan, baik di WPPNRI maupun laut lepas. Selain itu, kapal penangkap ikan yang bekerja sama dengan kapal pengangkut harus tercantum dalam dokumen perizinan berusaha yang dimiliki oleh kapal pengangkut tersebut.

Tindak lanjut dari kasus ini dilakukan oleh Pengawas Perikanan Pangkalan PSDKP Tual yang segera memanggil nakhoda kapal KM. JSM untuk pemeriksaan. Selain itu, pemilik kapal yang terlibat juga dikenakan sanksi administratif berupa denda, yang telah dibayarkan pada tanggal 20 Februari 2025.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menekankan pentingnya pengelolaan WPPNRI 718 yang merupakan zona penting bagi penangkapan ikan, terutama tuna. Ia meminta agar pengawasan dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sebelum kegiatan penangkapan ikan (before fishing), selama kegiatan penangkapan ikan (while fishing), saat pendaratan hasil tangkapan ikan (during landing), hingga setelah pendaratan hasil tangkapan ikan (post landing). Pengawasan yang ketat ini diharapkan dapat mendukung kebijakan PIT dan memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *