Menteri Lingkungan Hidup Tindak Tegas Tambang Nikel di Raja Ampat: Jaga Keanekaragaman Hayati Dunia

0
Greenpeace-Raja-Ampat

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan/atau Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bergerak cepat merespons kekhawatiran masyarakat atas ancaman kerusakan lingkungan di kawasan konservasi Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Kawasan ini merupakan bagian penting dari Kawasan Strategis Nasional Konservasi (KSKK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023.

Raja Ampat dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Lebih dari 75 persen spesies karang dunia ditemukan di perairan ini, menjadikannya sebagai wilayah dengan ekosistem laut paling kaya di planet ini. Pemerintah menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh industri ekstraktif, khususnya pertambangan nikel yang kian marak.

“Kami tidak akan membiarkan satu inci pun dari wilayah ini rusak oleh aktivitas yang tidak bertanggung jawab. Kami berdiri untuk hukum dan lingkungan hidup,” ujar Menteri Hanif dalam keterangan resminya.

Pengawasan Langsung dan Temuan Pelanggaran

Tim KLH/BPLH telah melakukan inspeksi langsung di lapangan selama enam hari, dari tanggal 26 hingga 31 Mei 2025. Pemeriksaan dilakukan terhadap empat perusahaan tambang nikel: PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP. Setiap perusahaan menunjukkan temuan yang mengindikasikan pelanggaran serius terhadap aturan lingkungan dan kehutanan.

PT GN diketahui beroperasi di Pulau Gag yang masuk dalam kawasan hutan lindung serta dikategorikan sebagai pulau kecil. Persetujuan lingkungan untuk perusahaan ini tengah dievaluasi ulang dan langkah pemulihan ekologis akan diwajibkan.

Sementara itu, PT ASP melakukan kegiatan di Pulau Manuran dan Waigeo. Inspeksi menemukan adanya kerusakan lingkungan akibat bocornya kolam penampungan lumpur (settling pond) dan operasi yang masuk ke wilayah suaka alam. Pemerintah akan menindak dengan peninjauan ulang izin lingkungan, serta menempuh jalur hukum pidana dan perdata.

PT KSM, yang beroperasi di Pulau Kawe (juga termasuk kategori pulau kecil dalam kawasan hutan produksi), terbukti menjalankan kegiatan di luar zona perizinannya. Langkah hukum sedang disiapkan, termasuk pencabutan izin.

Kasus paling mencolok ditemukan pada PT MRP yang menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa mengantongi dokumen lingkungan maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kegiatan perusahaan ini langsung dihentikan, dan langkah hukum telah diinisiasi.


Pemerintah juga berkomitmen untuk memperkuat perlindungan jangka panjang wilayah Raja Ampat. KLH/BPLH akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang akan menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas perlindungan.

Langkah ini diperkuat dengan kerangka hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menegaskan bahwa aktivitas ekonomi di wilayah ini harus berkelanjutan dan mengutamakan kelestarian.

Raja Ampat bukan hanya aset nasional, tetapi juga warisan ekologi dunia. Dengan kekayaan alam berupa lebih dari 553 spesies karang, lebih dari 1.000 spesies ikan karang, serta ratusan flora dan fauna endemik darat dan laut, kawasan ini sudah lama diakui sebagai destinasi ekowisata kelas dunia.

Menteri Hanif menutup pernyataannya dengan mengajak semua pihak—pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha—untuk menjaga Raja Ampat secara kolektif dan bertanggung jawab.

“Menjaga Raja Ampat adalah menjaga masa depan keanekaragaman hayati dunia. Tidak ada kompromi bagi pelanggaran yang merusak ekosistem.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *