PPN 12% Dimulai 1 Januari 2025, Pemerintah Siapkan Insentif untuk Masyarakat, UMKM, dan Dunia Usaha
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa mulai 1 Januari 2025, Pemerintah Indonesia akan memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan untuk memperbaiki sistem perpajakan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan tersebut terhadap masyarakat, Pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif yang akan diberikan kepada kelompok masyarakat yang berbeda, dengan fokus utama pada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah, kelas menengah, dan dunia usaha, terutama UMKM dan industri padat karya.
“Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, Pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ungkap Menko Airlangga.
Menko Airlangga menjelaskan bahwa bagi masyarakat berpendapatan rendah, pemerintah telah menyiapkan beberapa stimulus untuk menjaga daya beli dan memastikan kebutuhan dasar mereka tetap terjaga. Salah satu langkah utama adalah pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk barang-barang kebutuhan pokok (Bapokting) seperti minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri. Dengan insentif ini, PPN yang dikenakan pada barang-barang tersebut tetap sebesar 11%, sehingga tidak akan memberatkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan bantuan pangan dalam bentuk beras sebanyak 10 kg per bulan selama dua bulan (Januari dan Februari 2025) bagi sekitar 16 juta penerima bantuan pangan (PBP) yang tercatat di desil 1 dan 2. Tak hanya itu, untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, pemerintah juga akan memberikan diskon biaya listrik sebesar 50% untuk pelanggan listrik dengan daya terpasang hingga 2200 VA pada bulan Januari dan Februari 2025.
Untuk masyarakat kelas menengah, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif untuk membantu menjaga daya beli mereka. Beberapa kebijakan yang sudah ada sebelumnya akan dilanjutkan, seperti pemberian PPN DTP untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak hingga Rp2 miliar. Selain itu, insentif lainnya mencakup PPN DTP atas kendaraan listrik roda empat (Electric Vehicle/EV) dan pemberian pembebasan Bea Masuk bagi EV CBU (Completely Built Up).
“Sekali lagi kami sampaikan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan industri padat karya, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, serta sekaligus dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Menko Airlangga.
Selain kebijakan yang sudah ada, pemerintah juga menyiapkan kebijakan baru, seperti pemberian PPNBM DTP untuk kendaraan bermotor hybrid, serta insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Untuk membantu para pekerja yang menghadapi potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemerintah juga akan mengoptimalkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan, yang tidak hanya memberikan manfaat tunai, tetapi juga pelatihan dan akses informasi pekerjaan.
Selain itu, sektor industri padat karya akan mendapatkan relaksasi berupa diskon 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sebagai upaya untuk mengurangi beban biaya operasional mereka.
Pemerintah juga menyadari pentingnya mendukung dunia usaha, terutama sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Sebagai bagian dari kebijakan insentif ekonomi, Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM hingga tahun 2025, yang sebelumnya hanya berlaku hingga 2024. Untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun, mereka sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan pajak tersebut.
Lebih lanjut, Pemerintah juga menyiapkan skema pembiayaan untuk industri padat karya yang membutuhkan revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas. Skema ini akan dilaksanakan dengan subsidi bunga sebesar 5% agar perusahaan-perusahaan dapat berinvestasi dalam peralatan yang lebih efisien tanpa menambah beban finansial yang besar.
Sebagai bagian dari kebijakan perpajakan yang lebih adil dan berkeadilan, pemerintah juga akan mengenakan tarif PPN 12% pada barang dan jasa mewah yang selama ini tidak dikenakan pajak, seperti bahan makanan premium (misalnya beras dan daging premium), pelayanan kesehatan medis premium, dan pendidikan premium. Listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya terpasang 3500 VA-6600 VA juga akan dikenakan PPN 12%, dengan harapan bahwa kebijakan ini akan lebih menyeimbangkan beban pajak antara kelompok masyarakat yang lebih mampu dan mereka yang kurang mampu.
Menko Airlangga menekankan bahwa seluruh paket kebijakan ekonomi ini disusun dengan tujuan untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini adalah kebijakan yang dirancang untuk mendorong pemulihan ekonomi, mendukung daya beli masyarakat, serta melindungi sektor usaha yang paling rentan seperti UMKM dan industri padat karya. Kami berharap kebijakan ini dapat menciptakan keseimbangan antara penerimaan pajak dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi perubahan tarif PPN,” ujar Menko Airlangga.